Biografi KH Hasyim Sholeh
KH. Hasyim Sholeh adalah sosok Ulama’ yang tidak
diragukan lagi peranannya bagi masyarakat Ponorogo dan sekitarnya. Beliau
adalah PendiriPondok Pesantren Darul Huda Mayak Ponorogo. Beliau juga
seorang pejuangDzikrul Ghofilin dan sema’an Mantab daerah
Ponorogo. Beliau adalah sosok
yang rendah hati, tak menonjolkan ibadahnya, selalu berjuang
untuk akhirat dan santri- santrinya. Keagungan akhlak dan tekad yang kuat untuk
semua cita-citanya beliau warisi dari Mbah Nur Fadhil Gentan Ponorogo. Beliau
lahir pada tahun 1939 dari pasangan KH. Husain dan Hj.
Sufiah.
Pendidikan
Pendidikan beliau berawal dari bangku SD di lingkungannya. Beliau mempunyai
tekad ingin mondok yang begitu besar, sehingga saat khitan belum sembuh benar,
beliau berusaha keras agar lekas sembuh. Kadang beliau makan sambal yang sangat
pedas, menaburi dengan garam agar luka khitannya cepat kering.
Setelah lebaran tiba, beliau berangkat belajar ke Jampes Kediri. Selama mondok,
beliau mencurahkan kekuatan dan tenaga untuk mengaji, serta mengamalkan
ilmunya, hingga suatu saat beliau bernadzar bahwa beliau tidak
akan mengginjakkan kakinya di tanah Mayak sebelum beliau berhasil dalam
mondoknya. Hal inilah yang memembuat ibunda beliau sering menangis karena rasa
rindu yang amat mendalam, sehingga ayah dan ibunyalah yang harus menjenguk.
Beliau sudah memiliki kharisma sejak masih kecil. Cara belajar beliaupun sangat
unik, tidak seperti lazimnya para pelajar lainnya. Selepas Subuh, beliau
terkadang pergi ke kebonan ( kebun: Jawa ) untuk
belajar. Durasi belajarnya pun tidak pernah lama, hanya beberapa menit.
Walaupun seperti itu, beliau mampu menangkap pelajaran dengan sempurna. Bahkan
konon, sewaktu di pondok, beliau mampu mengalahkan kakak kelasnya dalam hal
keilmuan. Beliau pun sering melakukan tirakat, mulai puasa
mutih, ngrowot (makan polo kependem), dan patigeni.
Tamat mondok, beliau pulang ke Ponorogo. Beliau melaksanakan puasa mutih selama
7 hari, di hari terakhir beliau lupa tidak makan sahur, padahal waktu itu puasa
harus diteruskan dengan puasa pati geni ( buka pada Waktu
pagi). Waktu malam tiba, tubuh beliau tak kuat hingga beliau pingsan.
Teman-temannya berusaha menyadarkannya.Akhirnya munculah ide agar beliau di
beriupo ( butiran nasi : Jawa ), sebab dari mulut
beliau sudah tidak bisa lagi dimasuki makanan.
Saat dalam kondisi antara sadar dan tidak, beliau bermimpi bahwa bumi Mayak
tertimpa Ka’bah dari arah langit, Serta ada cahaya yang sangat terang melayang
di atas beliau. Beliau berusaha keras untuk dapat menangkapnya, namun tak
berhasil. Setelah sadar beliau segera sowan kepada salah satumasyayikh untuk
menanyakan hal- ihwal mimpinya malam itu.
Sang Kyai menjawab, “Gus…ka’bah yang jatuh di bumi Mayak itu tanda
bahwa kelak bumi Mayak akan menjadi kiblatnya ilmu agama, sebagaimana Ka’bah
sebagai kiblat dalam sholat. Sedangkan cahaya itu…”.dari referensi yang
kami dapat, beliau Kyai Hasyim tidak menceritakan arti mimpi tersebut. Setelah
berpamitan, beliau segara pulang ke Ponorogo dan berjuang untuk agama. Dalam
perjalanan pulangnya, beliau berkata “Aku nek wis neng omah arep nikah, tapi
ora bakal karo dulurku dewe”. Namun takdir berkata lain. Akhirnya, beliau
menikah dengan orang yang masih mempunyai hubungan saudara dengannya.
Mendirikan Pondok
Sepulang mondok, kegiatan rutin Kyai Hasyim Sholeh di waktu malam adalah
mengajar sekolah diniyah di Mayak kulon.Beberapa tahun
kemudian, banyak santri yang ingin mengaji, hingga akhirnya sekolah diniyah dipindah
dari Mayak kulon ke Mayak wetan. Saat itu, kegiatan belajar- mengajar
dilaksanakan pada sore hari.
Selang beberapa lama, ada seorang pekerja bernama Boiman yang
ikut ngaji di diniyah beliau. Namun, karena eman (tidak ingin sia-sia:
jawa) ngajinya, akhirnya Boiman tinggal di Mayak. Sedikit demi
sedikit, banyak yang mengikuti jejak Boiman. Hingga akhirnya, berdirilah pondok
kecil di selatan masjid Mayak. Usaha beliau dalam mengembangkan pondok tidak
tanggung-tanggung, mulai dari bertani, berdagang, berkebun, hingga minta
sumbangan ke berbagai pihak, namun beliau berkata”wis cukup aku ae sing
isin, cukup aku ae sing njaluk-njaluk, ojo nganti anak puthuku nglakoni koyok
aku”. Tak sia-sia usaha beliau, akhirnya saat ini, Pondok Pesantren “Darul
Huda” Mayak telah berkembang luar biasa.
Mbah Hasyim terkenal dengan tekad yang gigih dalam berjuang demi tercapainya
tujuan mulianya. Hal ini terlihat saat ”ngedeng-
ngedenge”(sibuk-sibuknya: jawa) membangun gedung madrasah, di mana
saat itu, demi tercapainya jumlah dana yang di butuhkan, Mbah Hasyim membuka
usaha”Ingkung”. Menurut keterangan, tidak kurang dari 5000 ingkung yang
beliau buat. Toko-toko beliau kumpulkan, orang-orang terdekat, santri santri
dan mereka-mereka yang siap menjadi distributor untuk usaha besar ingkung juga
Beliau ajak. Tidak hanya kalangan bawah yang ikut kalangan atas ikut juga demi
tercapainya misi beliau. Tentang pembayaran, cara yang beliau terapkan
sangatlah fleksible, bayar dimuka, dibelakang, atau diangsur
silahkan. Intinya beliau tidak memberatkan pelanggan. Sungguh suatu sifat yang
sangat arif dan bijaksana.
Perjuangan Dzikrul Ghofilin
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Dzikrul Ghofilin merupakan sebuah amalan
yang dibawa oleh KH. Hamim Djazuli (Gus Miek). Di Ponorogo, Mbah Hasyim lah
yang ikut memperjuangkan aurod Dzikrul Ghofilin,
bahkan dapat dikatakan beliaulah pembawa atau pembabad aurod Dzikrul Ghofilin di
Ponorogo. Tentu berbagai macam apresiasi yang ditunjukkan masyarakat saat itu,
ada yang bisa menerima dengan senang hati, namun tidak sedikit pula yang
mencemooh.
Mbah Hasyim mendapatkan Ijazah Dzikrul Ghohlin pada tahun 1986.
Seperti yang diceritakan Bpk. H. Muhdi, bahwa saat itu orang lebih cenderung
mengatakan bahwa Dzikrul Ghofilin merupakan sebuah amalan yang
baru. Maka menurut mereka perlu diadakan sebuah verifikasi (pengujian).
Bpk.H. Muhdi yang saat itu di tanya dengan pertanyaan tersebut di atas bisa
langsung mematahkannya dengan argumentasi yang jitu, “apakah benar
bahwa Dzikrul Ghofilin merupakan sebuah amalan yang baru? Benar,
bahwa Dzikrul Ghofilin merupakan sebuah amalan yang baru, namun tidak lebih hanya
dalam hal penamaan saja”. Bila dilihat lebih dalam tentang esensi dari Dzikrul Ghofilin,
ternyata tidak ada yang baru. Sebagai contoh, bacaan Surotul Fatihah, Asma’uIHusna,
Istighfar,Sholawat, dan lain-lain.
Setelah selang beberapa waktu, pada akhirnya Dzikrul Ghofilin lambat
laun dapat diterima di tengah masyarakat, seperti yang kita ketahui saat ini,
lebih dari ribuan orang memadati makam Tegal Sari setiap malam Jum’at Kliwon,
di mana di sana diadakan kegiatan rutinan Aurod DzikruI Ghofilin.
Tidak akan Bisa Mengetahui Kewalian
Seseorang kecuali Seorang Wali
“Tidak akan bisa mengetahui kewalian seseorang kecuali seorang wali.”Kurang lebih, itulah arti yang tersirat dari sebuah ungkapan
yang masyhur kita ketahui:
لايعرف الولى الا الولى
Menurut suatu riwayat, dijelaskan bahwasanya Kyai Hasyim memang seorang waliyulloh.
Hal ini diketahui dari cerita KH. Tajuddin Heru Cokro, dikala beliau sowan
kepada Mbah Mubasyir Mundzir Bandar Kidul, kurang lebih kisahnya sebagai
berikut . Pada waktu itu, Gus Tajuddin dan Kyai Hasyim sowankepada
Kyai Hamim lazuli di Makam Tambak. Saat itu makam Tambak belum dikenal banyak
orang seperti saat ini. Peristiwa ini terjadi kurang lebih jam 2 malam. Saat
itu Gus Tajuddin bersama-sama Kyai Hasyim, dan Mbah Man Hamim Kemayan. “Pada
saat sowan kulo didawuhi Gus Miek”, kata Gus Tajuddin.”Derekno Kyai
Hasyim sowan Mbah Abdul Qodir Khoiri …. !” Perintah Gus
Miek kepada Gus Tajuddin. Gus Tajud saat itu hanya diam, di satu sisi pada saat
itumaqbaroh sangat gelap, beliau ajrih(takut), di
sisi Iain Mbah Hasyim selalu merasa rendah hati, beliau tidak mau diantar oleh
Gus Tajuddin.dan, Akhirnya mereka berdua hanya udur-uduran (berselisih) hingga
tiba pagi hari.
Setelah pagi, Gus Tajud ditanya oleh Gus Miek,“Kowe mambengi sido nderekne
Kyai Hasyim sowan neng Mbah Abdul Qodir Khoiri ?(tadi malam kamu jadi
mengantar Kyai Hasyim sowan kepada Mbah Abdul Qodir Khoiri…? )”. Lalu
Gus Tajud menjawab, “mboten …, kulo ajreh. Kaping kaleh, Kyai Hasyim mboten
kerso kulo derekne. Kinten-kinten mangke malah udur-uduran ingkang dados imame(Tidak
jadi, saya takut. Alasan kedua karena Kyai Hasyim tidak mau saya antar. Kira-
kira kalau nanti saya jadi ngantar nanti malah berselisih siapa yang menjadi
imam).“O …, Iek ngono sing apik mengko bengi Kyai Hasyim diderekne sowan
nang Mbah Mundzir Bandar Kidul (O …Kalau begitu, sebaiknya Kyai
Hasyim diantar sowan kepada Mbah Mundzir Bandar Kidul )” Kata Gus Miek.
Akhirnya semuanya (Kyai Hasyim, Gus Tajud, Kyai Man Hamim Kemayan-Mojo-
Kediri)sowan kepada Mbah Mundzir dan tiba di sana sekitar jam 12 malam.
Sesampainya di Bandar Kidul, Gus Tajud matur kepada Kyai Hasyim, “Yi …,
mengke ingkang sowan dateng Mbah Mundzir panjenengan mawon kaliyan Kyai Man
Hamim nggih, kulo nderekne sowan mawon pun gemeteran Yi…(Kyai…nanti yang
masuk menemui Mbah mundzir kamu saja dan Gus Miek ya, kalu saya, ngantar sowan
saja sudah gemetaran)” kata Gus Tajud. Tapi Kyai Hasyim, terap memaksa Gus
Tajud untuk ikut sowan sesuai dengan perimah Gus Miek.Akhirnya
mereka bertiga masuk ke kamar Kyai Mundzir yang saat itu beliau masih tidur (sare:Jawa).Tepat
pukul 01.00 malam, mbah Mundzir bangun, “Lho… Kyai Man Hamim ….,…. !”sapa
Mbah Mundzir. “Enggih”balas Kyai Hamim.”kowe kok nggowo wong
songko Ponorogo…?”(kamu kok membawa orang dari Ponorogo..?). Saat itu Gus
Tajud tidak dapat berkata apa-apa,hanya diam. Karena heran, Gus Tajuddin bertanya
kepada Kyai Hasyim, “Yi …., njenengan nopo sampun nate sowan Mbah
Mundzir?” “Dereng” jawab Kyai Hasyim.
Lalu, Mbah Mundzir dawuh kepada GusTajud, “Tajuddin, 7
tahun kepungkur, awakmu tak utus nyatet asmane Wali-Wali Sak dunyo,seng iseh
sugeng lan sing wes kapundut”. “Nggih Yai” jawab Gus
Tajuddin membenarkan.Kemudian Mbah Mundzir mengutus Salahseorang khodamnya.“Fudz,
jupukno potelot karo kertas, aku mbiyen tau ngutus Gus Tajud nulis Wali sak
dunyo sing isek sugeng lan seng wes kapundut, tapi durung tutuk, saiki arep
diterusne(Fudz, ambilkan pensil dan kertas,aku dulu pernah memerintah Gus
Tajud menulis nama wali-wali di seluruh dunia,yang masih hidup maupun yang
telah meniggal dunia,tapi belum selesai, sekarang akan di lanjutkan),”kata Mbah
Mundzir.
Saat itu Gus Tajud sudah gemetaran,karena merasa belum bisa. Karena
sangking pekanya Mbah Mundzir; beliau tahu kalau Gus Tajud gundah. Lalu Mbah
Mundzir berkata,”Fudz, mahfudz. Sing nulis kowe wae, Gus Tajud kim biyen
Madrasah durung tamat(Fudz,Mahfudz. Yang menulis kamu saja, Gus tajud dulu
belum tamat madrasah).” Seketika itu, GusTajud merasa senang luar biasa.
Setelah nama para wali ditulis, Ialu pensil dan kertasnya diberikan kepada Gus
Tajud. “Jud,iki gowonen, gowonen baIi”, kata Mbah Mundzir:”Nggeh
Yai” jawab Gus Tajud. “Simpenen,nggonen kenanang-kenangan,
mbok menowo kowe hadiyah AI-Fatihah wali sak dunyo,senajan urung tutuk lek mu
nulis,”kata Mbah Mundzir”Nggeh Yai” kata Gus Tajuddin.
Kemudian, mereka sungkem dan memohon diri. Saat itu kertas di masukkan ke dalam
saku Gus Tajud. Lalumereka pergi. Kira-kira baru melangkah 12 meter, tiba-tiba
Gus Tajud dipanggil oleh Mbah Mundzir.”Le…Jud mbaliko merene…!”, “Nggeh”,
kata Gus Tajud. “kancamu loro kae tulisen neng kertas kuwi…!). “Engkang
panjenengan kersaaken nopo tiyang Ponorogo niku kaleh Yai Hamim Kemayan…?”(Yang
anda maksud apa orang Ponorogo itu dan Kyai Man Hamim Kemayan …. ?), tanya Gus
Tajuddin. “Iyo…”(iya…), jawab Mbah Mundzir.
Gus Tajud tidak dapat berkata
apa-apa, apakah Mbah Hasyim ini termasuk wali atau bukan, yang jelas, Mbah
Mundzir mengutus Gus Tajud untuk menulis nama Mbah Hasyim di kertas yang telah
beliau berikan… Wallohu A’1am Bi al-showab.
Akhir Riwayat
Setelah berjuang gigih melawan sakit yang membelenggunya akhirnya beliau
memenuhi mimpi terakhirnya, bertemu dan selalu bersama dengan Tuhannya tanpa
adanya belenggu daging dan darah. Peristiwa ini terjadi pada hari Sabtu,
13 Desember 2003 M yang bertepatan pada 18 Syawal 1424
H, dimana saat itu, seluruh umat Islam sedang merasakan indahnya hari raya
Idul Fitri, namun tidak dengan masyarakat Ponorogo. Ribuan mata bercucuran air
mata kehilangan seorang yang menjadi panutan mereka, yang selalu mereka
harapkan kehadirannya.
Di saat pemakaman pun langit tak kuasa menahan tangisnya, Beliau telah
meninggalkan suatu warisan yang sangat besar bagi umat Islam, yakni pondok
pesantren yang tercinta“DARULHUDA…“
sumber : www.darulhudamayak.net
0 Komentar