REMBULAN DIBALIK SURYA MAJAPAHIT



REMBULAN DIBALIK SURYA MAJAPAHIT
oleh : Krisdianto | Sejarawan Muda Ponorogo
Gajah Mada adalah seorang tokoh legendaris yang namanya tidak akan pernah hilang ditelan waktu. Namun ternyata, Gajah Mada tetaplah seorang manusia biasa yang membutuhkan bantuan orang lain. Kali ini ada seorang tokoh yang mempunyai peranan penting dibalik kehebatan Gajah Mada membawa Majapahit ke puncak kejayaannya, ia adalah seorang Adityawarman.
Majapahit adalah salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Nusantara, selain Sriwijaya dan Singosari. Pendiri Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya pada tahun 1293 M di sebuah hutan Tarik di selatan Trawulan. Ketika Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit, banyak raja-raja di Nusantara yang tunduk dan memberi upeti. Raden Wijaya memperistri 4 putri Kertanegara, Raja terakhir Kerajaan Singosari. Kemudian Raja Malayu mempersembahkan dua orang putri, Dara Petak dan Dara Jingga. Dari pernikahannya dengan dara Jingga inilah Reden Wijaya mempunyai anak yang bernama Adityawarman. Putra dari Dara Jingga ini masih merupakan cucu dari Tribuwanaraja Maulimarwadewa seorang raja dari Suwarnabhumi.
Pada masa pemerintahan Raja Sri Jayanegara, Adityawarman mendapat jabatan tinggi di Kerajaan Majapahit. Raja Sri Jayanegara mengutus Adityawarman pergi dua kali ke negeri Tingkok untuk urusan diplomasi. Adityawarman kemudian ikut berperan dalam menanggulangi pemberontakan yang terjadi di masa Raja Sri Jayanegara berkuasa. Adityawarman ikut berjuang Bersama Patih Arya Tadah dan Gajah Mada dalam menjaga stabilitas keamanan di Majapahit.
Pada masa Kerajan Majapahit tahun 1328 M di bawah kekuasaan Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani, Adityawarman mendapat jabatan mantri praudhatara, dan Gajah Mada menjadi Mahapatih. Bersama Mahapatih Gajah Mada, Mpu Nala, dan Adityawarman, Kerajaan Majapahit mulai disegani oleh negara lain. Apalagi ketika Mahapatih Gajah Mada mengucap Sumpah Palapa di hadapan raja dan para pembesar Kerajaan Majapahit, bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik. Adityawarman kemudian turut naik pangkat pada tahun 1343 M menjadi Arya Wangsadiradja sampai dengan memperoleh gelar Sang Dewaradja. Adityawarman kemudian menempatkan arca Bhairawa di Candi Jago yang sekarang berada di dekat Desa Tumpang, Malang.
Namun, perjuangan dan pengabdian Adityawarman kepada Majapahit mulai merenggang ketika Raja Hayam Wuruk naik tahta pada tahun 1350 M. Adityawarman memutuskan untuk pulang ke Malayu dan mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Pagar Ruyung di Sumatera Barat sekarang, atau dikenal dengan daerah Minangkabau. Keputusan dari Adityawarman ini bukan tanpa alasan, Menurut R. Pitono, Adityawarman sudah tidak satu tujuan lagi dengan Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada, Adityawarman juga ingin membesarkan Kerajaannya di Pulau Sumatera. Sedangkan menurut Muhammad Yamin, Adityawarman kecewa karena harapannya untuk menjadi Raja di Majapahit gagal, justru yang diangkat menggantikan Tribuwanatunggadewi adalah Hayam Wuruk.
Hubungan persahabatan yang terjalin cukup lama antara Mahapatih Gajah Mada dan Adityawarman tetap terjaga baik, walaupun berbeda pandangan. Adityawarman sangat menghormati Majapahit dan Mahapatih Gajah Mada, bagaimanapun juga Adityawarman masih mempunyai hubungan darah dengan pendiri Kerajaan Majapahit. Kerajaan Pagar Ruyung menjalin hubungan politik bertetangga yang baik dengan Majapahit.
Aditywarman adalah seorang penganut Budha tetapi yang beraliran Tantrayaba (khususnya dalam bentuk pemujaan Bhairawa. Sekte ini berkembang sekitar abad ke-6 M di Benggala Timur kemudian tersebar ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia, sekte Bhairawa ini mulai berkembang di Sumatera kemudian berkenbang sampai ke Singosari. Pada zaman Adityawarman sekte ini kembali muncul di Sumatera, namun hanya kalangan tertentu saja yang menganutnya. Dalam upacara memuja Bhairawa yang dilakukan oleh para penganut aliran Tantrayana yaitu cara yang dilakukan oleh umat Hindu/ Budha untuk dapat bersatu dengan dewa pada saat mereka masih hidup karena pada umumnya mereka bersatu atau bertemu dengan para dewa pada saat setelah meninggal sehingga mereka melakukan upacara jalan pintas yang disebut dengan upacara ritual Pancamakarapuja.
Hubungan baik antara Majaphit dan Pagar Ruyung kemudian terus berjalan sepeninggal Adityawarman. Hal ini dibuktikan ketika Majapahit melakukan penyerangan terhadap Suwarnabhumi pada tahun 1376, Kerajaan Pagar Ruyung tidak ikut diserang oleh Majapahit. Adityawarman mangkat sesduah tahun 1376 M dan dimakamkan di Kubur Raja, Lima Kaum di Sumatera Barat. Persahabatan antara sesama ksatria ini perlu kita teladani, walaupun sudah berbeda pandangan dan prinsip, sahabat tetaplah sahabat. Dan jika kesuksesan telah datang menghampirimu, jangan pernah lupakan orang-orang yang ada dibelakangmu.

editor: Wahyu Agus Arifin

Komentar