Problematika Islam Autentik



Indonesia merupakan sebuah negara yang jumlah warganya bisa dikatakan sangat banyak, serta memiliki agama yang beragam. Seperti hindu, budha, katolik, islam dan lain sebagainya. Mayoritas penduduknya beragama islam, agama yang masuk sekitar abad ke tujuh tersebut telah berkembang pesat penyebarannya ke seluruh penjuru negeri dengan perantara para wali songo. Dengan masuknya islam di Indonesia saat itu, telah mengubah tatanan masyarakat menjadi lebih baik dan lebih maju. Oleh karena itu, agama islam sangat mudah diterima kala itu karena perannya dalam masyarakat yang masif.

Dengan perkembangan zaman yang cukup pesat, islam di Indonesia mulai bersentuhan dengan budaya-budaya dalam negeri serta teknologi-teknologi yang terus berkembang. Sehingga muncul ijtihad-ijtihad para Ulama terhadap syariat islam yang berkolaborasi  dengan budaya dan teknologi tersebut, agar kolaborasi keduanya menjadikan agama islam di Indonesia lebih berkembang serta dapat menata tatanan masyarakat menjadi lebih baik.

Namun, ada sebagian orang/kelompok yang bisa dikatakan fanatik terhadap agama islam menolak tentang kolaborasi/perpaduan antara islam dengan budaya. Mereka berpendapat bahwa syariat serta muamalah agama islam harus dipraktekan seperti yang dipraktekkan dari negara asal agama itu berasall. Serta apabila ada suatu perkara yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad, maka hukum perkara tersebut adalah bid’ah, bahkan yang lebih ekstrim lagi menyebutkan pelakunya kafir. Orang yang berfikiran seperti itu memiliki sifat yang sangat keras dalam beragama. Menurut mereka islam haruslah mengikuti arab secara kaffah, tidak boleh memasukkan perkara-perkara baru yang tidak pernah dilakukan Nabi. Praktek yang seperti itu menyebabkan agama islam berkembang secara pasif serta kaku dalam masyarakat. mengapa demikian?. Karena implementasi islam yang hanya tertuju pada doktrin atau dogma tanpa memperhatikan kondisi masyarakat yang ada. Implementasi dogma agama secara fanatik/berlebihan akan membawa dampak negatif bagi masyarakat, bahkan agama itu sendiri. Apabila sebuah agama tidak berkesinambungan dengan budaya, tradisi ataupun problematika masyarakat, tidak dapat dipungkiri agama tersebut akan kehilangan eksistensinya secara perlahan. 

Sehingga secara bertahap ajaran-ajaran agama islam akan dilupakan ataupun dibuang oleh masyarakat karena sudah tidak relevan untuk digunakan sebagai pedoman hidup. Contohnya saja seorang filsuf barat bernama Karl Mark, yang mengatakan bahwa “agama sebagai candu”. Gagasan tersebut muncul dalam pemikiran Mark, karena pada waktu umat kristen dibarat terkena sebuah musibah/pandemi kala itu, meraka hanya berdoa serta menunggu Pertologan Tuhannya di gereja tanpa melakukan usaha apapun. Mereka telah terjebak dalam dogma-dogma agama yang terlalu berlebihan mereka sakralkan. Sehingga dogma dari ajaran kristen saat itu banyak yang bertentangan dengan realita kehidupan.

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad kepada masyarakat Arab kala itu, bertujuan untuk memperbaiki tatanan serta moral masyarakat yang telah rusak dengan perantara syariat untuk mengembalikan mareka pada ajaran yang lurus. Islam di zaman sekarang harus mampu beradabtasi dengan perkembangan-perkembangan baik teknologi, budaya maupun gaya hidup masyarakat. bahkan al-Qur’an sendiri merupakan pedoman hidup yang shohih di setiap zaman ataupun tempat. Oleh karena itu al-Qur’an selalu ditafsirkan untuk menemukan solusi dalam problem-problem tertentu. Tentunya disetiap tempat akan berbeda penafsirannya, walaupun redaksi ayatnya sama. Namun, karena berbeda tempat dan zaman maka berbeda pula penafsirannya. Penafsiran al-Qur’an dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. oleh karena itu penafsiran ataupun praktek islam di Negara Arab akan berbeda dengan yang ada di Indonesia. Karena sudah berbeda wilayah, iklim, budaya maupun konsep spiritualnya. Dalam perkara tersebut Gus Dur Dawuh “kalau jadi orang Islam jangan jadi orang Arab”. Maksudnya kita yang beragama islam tetap menjadi orang indonesia dalam kebudayaan, tradisi, bahasa ataupun pakain, tanpa harus mengikuti kebudayaan, tradisi, bahasa maupun pakaian orang arab. Keauntetikan sebuah agama akan tetap eksis apabila masih relevan dengan budaya, tradisi maupun perkembangan zaman yang terjadi. Islam akan tetap harum namanya apabila masih  bersangkut paut dengan kehidupakan masyarakat. Dan yang perlu di ingat, Islam bukan hanya sebatas  dogma, namun islam merupakan implementasi budi luhur manusia.


Penulis : Bajingan Berilmu
Editor : triono

Komentar

risawae mengatakan…
Kalimat ini, "Penafsiran al-Qur’an dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat" . Menurut saya sedikit ambigu, tolong diperbaiki redaksinya..
Tetap semangat!