Membuka Tabir Komunikasi di Kitab Wasoya

Dalam dinamika kehidupan yang dinamis manusia tak lepas dengan sosial. Yang menuntut kita untuk saling berinteraksi antara individu maupun kelompok. Dalam berinteraksi itulah setiap manusia mempunyai filter atau metode bahasa agar dapat dimengerti dengan baik, dan memberikan rasa nyaman antara lawan interaksi.

Di dalam sudut pandang religus islam sangat memperhatikan semua gerak gerik manusia, terutama dalam menjalankan kehidupan dalam berbahasa maupun bertingkah laku. Karena dilandaskan oleh misi Nabi Muhammad yang bertujuan memperbaiki akhlak manusia di bumi. Banyak ulama maupun pemikir islam yang menjabarkan lebih luas tentang pengimplementasian akhlak terpuji dan menuangkannya ke dalam tulisan yang berwujud buku atau kitab.

Salah satu ulama yang terkemuka ialah Syaikh Muhammad Syakir. Beliau adalah ulama asal Mesir yang lahir pada 1309 Hijriah atau 1892 Masehi, Muhammad Syakir merupakan ulama yang tidak diragukan kealimanya, beliau mempunyai banyak karya, salah satu karyanya yang begitu familiyar di kalangan pesantren ialah kitab Wasoya al-abaai lil Abna’i. 

Kitab tersebut sangat menarik untuk dibahas karena di dalam nya mengulas berbagai bahasan, kalau dipetakan memuat dua aspek yaitu aspek spiritual dan aspek sosial serta membuka kembali tabir komunikasi yang diterapkan. Teori di dalam kitab ini sangatlah relevan ketika diterapkan untuk semua kalangan, baik pelajar, maupun orang dari berbagai profesi. Karena memuat berbagai nasihat yang ditujukan kepada umat manusia.

Kitab Wasoya dalam konteks spiritual dan sosial


Tentunya ciri khas yang paling melekat dalam pemikiran timur selalu berkenaan dengan nilai spiritual, berbeda dengan pemikiran barat yang orientasinya lebih ke matrealistik atau wujud yang nyata dengan spesifikasi bentuk dan jumlahnya. Adapun konteks spiritual yang mencolok dalam kitab ini dapat diurai dalam bab II yang berjudul Fi Al-wasiyati bitaqwallahi al-adzim artinya pesan taqwa kepada Allah. 

Uraianya ialah dalam paragraf yang pertama dan ke dua menjelaskan tentang sifat Allah yang maha luhur, dan menciptakan manusia serta mencurahkan berbagai nikmat kepada manusia baik lahir maupun batin. Bentuk anugerah yang diberikan oleh Allah berupa lisan sehingga bisa berbicara, mata untuk melihat, dan akal untuk membedakan suatu yang berbahaya dan bermanfaat.

Kemudian ditegaskan pada paragraf yang selanjutnya bahwa manusia dituntut untuk bersungguh-sungguh mentaati perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, serta harus meyakini bahwa kebaikan itu sesuatu yang dipilih oleh Allah untuk semua makhluknya terutama manusia, kebaikan itu bukan sesuatu yang dipilih sesuai kehendak manusia itu sendiri.

Uraian di atas merupakan bab spiritual yang sangat mencolok, karena konteks yang ditampilkan berupa hubungan vertikal yaitu hubungan Tuhan dan manusia. Dalam konteks sosial atau hubungan horizontal di kitab ini juga menjelaskan bagaimana cara bersosial yang baik. Salah satu bab yang menjelaskanya yaitu pada bab V, Fi Khuquqil Ikhwani yang berarti Hak kewajiban terhadap teman, di bab ini menjelaskan secara gamblang, bagaimana cara bergaul dengan teman istilah jawanya serawung, terlihat sekali pada bab ini untuk menekankan rasa tolong menolong Ta’awun antar sesama, dan dilarang merugikan satu sama lain.

Kitab Wasoya dalam teori komunikasi

Hal yang paling menarik dalam kitab ini adalah gaya dialektika yang menggunakan kata  “ Yaa Bunayya “ yang berarti “ Hay Anakku,“ diksi tersebut mengindikasikan bahwa pengarang menggunakan pendekatan emosional, yang bisa diartikan hubungan antara orang tua dan anak maupun hubungan guru dan murid. Dalam penggunakan diksi tersebut yang patut didalami ialah esensi dari penggunaan bahasa sebagai usaha melekatkan hubungan psikologis antara pengarang dan pembaca yang bertujuan supaya pembaca mengikutinya.

Dapat ditelisik paradigma penulis yang juga menggunakan pendekatan persuasi psikodinamik untuk menarik pembaca maupun pengkaji. Yang dimaksud pendekatan persuasi psikodinamik dalam buku ini adalah komunikator (Pengarang buku. Red) memberikan pengertian, motivasi, dan presepsi. Bahkan memberikan jalan dengan mana sikap, opini, rasa takut, konsep diri, presepsi dari kredibilitas sumber serta beberapa variabel yang lain.

Dalam analisis teks ala Noam Comski, struktur perangkat teks yang perlu diamati ialah tentang sintaksis atau penyusunan kata. Dalam penyusunan kata pengarang menuliskan relasi yang kuat antara bab satu dan bab lain sebagai contoh, pada pembahasan pertama menyampaikan secara spesifik hubungan Tuhan dan manusia, kemudian dilanjutkan hubungan manusia dan Rasulnya, selanjutnya menjelaskan hubungan baik kepada orang tua, berhubungan baik dengan sesama hingga yang terakhir menentukan sikap dan muhasabah supaya menjadi orang yang lebih baik.

Pada intinya kitab Wasoya al-Abaa’i Lil-Abna’i tidak hanya menyajikan teori atau nasihat-nasihat yang hanya tertuang di dalam teks, tetapi gaya komunikasi teks nya juga sangatlah brilian. Sebagai bentuk usaha merangsang psikologi pembaca agar pembaca senantiasa mengikutinya dengan baik. 

Tentunya kitab ini sangatlah bagus untuk dipelajari kemudian diterapkan kepada manusia, untuk menjadi insan yang mulia. Tentunya keberadaan kitab tersebut sebagai bentuk ikhtiar untuk memperbaiki atau memperkuat budi pekerti manusia. Terutama anak Indonesia yang harus menyumbangkan ilmu dan budi pekerti terhadap ibu pertiwi. Dengan degradasinya moral pada saat ini tentunya penting mempelajari kitab tersebut. Sebagai penutup, penulis mengutip perkataan dari Fadlil Sa’id An-nadwi. “ Sesungguhnya suatu bangsa itu akan hidup dan tetap hidup, selama mereka berakhlak dan beradab. “ Jazakumullah...

Penulis : Syamsulhadi_Rengkuh Literasi

Komentar