Jarak Antara Ekspektasi dan Realita

 Suara kicauan burung yang indah seperti nyanyian yang meluluhkan hati pendengarnya, menambah suasana terasa nyaman seraya menikmati proses matahari terbenam. “Sruupp” suara sruputan kopi yang nikmat, “ahhh....nikmatnya seduhan kopi bersama senja” ujar Fatkhur sambil menyeruput kopinya seraya menatap indahnya pemandangan hamparan sawah diikuti dengan proses terbenamnya sang surya.

Selang beberapa menit,  terdengar suara motor yang sedang parkir di depan warung tempat Fatkhur menikmati segelas kopi. “Wihhhh...dari mana nih pak dosen, rapi amat hahaha”, sapa Fatkhur kepada Seta yang baru pulang dari kampus. “Wah ngejek lu ya”, ucap Fathur dengan perasaan jengkel. “Wah, santai bosku, gue kan bercanda hahaha..”, jawab Fatkhur sambil tertawa ringan melihat ekspresi wajah Seta yang geram. ”Hmmm” gumam Seta yang masih merasa jengkel dengan ucapan Fatkhur. Lalu Seta berjalan ke arah Fatkhur seraya meletakkan tas yang ia bawa dan berkata “terserah lu dah Khur, titip tas bentar gue mau pesen dulu”, ujar Seta sambil berjalan ke dalam untuk memesan minuman kesukaannya, yaitu kopi susu. Oh iya, warung yang mereka singgahi ini merupakan tempat ngopi favorit di waktu senggang. Namanya adalah warung Mbah Gareng, terletak di jalan baru lurus arah bendungan Bendo. Letaknya yang strategis dengan dikelilingi hamparan sawah membuat banyak para pemuda tertarik untuk menikmati waktu luang mereka di tempat tersebut. “Mbah, pesen kopi susu satu ya?", ujar Seta memesan kopi susu kepada mbah Gareng selaku pemilik warung. “Owalah siap mas, laksanakan”, jawab mbah Gareng dengan penuh semangat. “Terima kasih mbah”, ujar Seta seraya menuju tempat Fatkhur.

“Gimana kuliah lu, lancarkan?”, tanya Fatkhur kepada Seta. “Alhamdulillah lancar Khur”, jawab Seta sambil memposisikan duduknya disamping Fatkhur. “Ahh lega, bisa duduk nyantai”, gumam Seta atas rasa syukurnya bisa menikmati senja bersama sahabat karibnya. “Ehh..lu  ngapa Khur, kayak banyak pikiran aja lu?”, tanya Seta kebingungan terhadap raut muka Fatkhur yang tidak seperti biasanya. “Hmm...iya sih, tadi gue ada masalah sih Ta”, jawab Seta seraya menghelai nafas. “”Ehhh.....pantes muka lu pucet amat kayak pantat panci hahahaha...”, ejek Seta. “Wahh sialan lu Ta, temen lagi susah malah lu ejek”, ujar Fatkhur merasa jengkel atas ejekan Seta. “Hehe ya sorry Khur becanda gua, buat mencairkan suasana. Ya udah, cerita gih siapa tau gue bisa bantu”, ujar Seta.

“Hmm...jadi gini Ta, tadi malem pas di kota beli barang gue ketemu sama beberapa pemuda yang sedang mabuk-mabukan di samping toko tempat gue beli barang. Nah gue samperin terus gue tanya, ehh mas...lagi ngapain disini. Terus dia jawab, lagi ngefly lah bro, lu mau? Nih gabung aja sama kita. Nah sepaham gue kan, kalau minuman berakohol itu haram dalam Islam. Nah gue jawab gini, dosa lah Mas. Dalam Al-Qur’an itu dijelaskan bahwa minum-minuman yang memabukkan itu haram dan tempat nya nanti di neraka. Ehh.. dia malah jawab, eh ngapain lu  bawa-bawa dalil segala, sok alim lu, pergi sana..ganggu orang lagi seneng aja. Malah dibentak gue, ya gue pergilah. Masih geram gue sama ucapan pemuda kemarin malam. Gue sumpahin tuh masuk neraka”, ungkap Fatkhur ke Seta terhadap apa yang ia rasakan.

“Srpppppp ahhh”, suara seruputan Seta dalam menyeduh kopi. “Wahh berani juga lu ya nyeramahin tuh mas-mas yang mabuk haha...”, ujar Seta seraya tertawa karena mendengar cerita Fatkhur. Sambil merasa geram Fatkhur berkata, ”sialan lu Ta, nyesel gue cerita”, dengan raut muka cemberut menandakan rasa kekesalan Fatkhur terhadap Seta. “Praakkk” suara lemparan rokok yang Seta keluarkan dari tas ke meja. Ia mengambil satu batang rokok, lalu  ia menyalakan rokoknya dengan korek seraya berkata, “hahaha...santai gua becanda. Jadi seperti ini Khur, terkadang apa yang kita maksud baik itu belum tentu baik dalam pikiran orang lain”. “Maksudnya gimana tuh, gue kan bicara seperti itu dengan maksud mengingatkan mereka kalau apa yang dilakukan itu membahayakan diri”. Sahut Fatkhur memotong perkataan Seta. “Bentar dulu ngapa, gue belum selesai ngomong lu main nyaut aja”, ucap Seta dengan sedikit menggerutu. “Hehehe...ya maaf, abis kata-kata lu kayak nyindir gue”, ujar Fatkhur sambil cengengesan.

Sambil menikmati rokoknya, Seta melanjutkan penjelasannya. “Hmmmm.....jadi gini Khur, kadang ekspektasi atau harapan kita terhadap realita yang ada tidak sepenuhnya tercapai. Maksudnya, lu kan kemaren mempunyai niat baik untuk mengingatkan mereka, namun niat baik yang lu berikan kepada mereka malah ditolak mentah-mentah sama mereka. Nah, hal tersebut kan tidak sesuai dengan harapan lu”. “Ow... baru paham gua, la terus harus bagaimana ta. Kalau dibiarkan terus-menerus mereka akan tetap seperti itu, bahkan bisa menular ke pemuda-pemuda lain. Kan dalam hadist dijelaskan kalau perbuatan buruk itu cepat menular?” ungkap Fatkhur kebingungan seraya menyeduh kopinya yang tinggal sedikit. Sambil menghisap rokoknya, Seta menjawab “bener juga lu Khur, memang kalau dibiarkan terus menerus akan menjalar kemana-mana. Sebelum kita membahas itu kita harus mengetahui sebab-akibat mereka mabuk-mabukan. Tidak mungkin mereka melakukan hal tersebut tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya. Dari beberapa literatur yang gue baca, ternyata penyebab para pemuda melakukan mabuk-mabukan diantara lain; pertama, kurang perhatian serta pengawasan orang tua. Kedua, kurangnya pemahaman terhadap agama. Dan yang ketiga, pengaruh lingkugan dimana meraka tinggal”. “Wah bener juga sih, terus dengan sebab yang seperti itu, bagaimana cara kita untuk mengubah sikap meraka agar tidak mabuk-mabukan lagi?”, tanya Seta dengan penuh penasaran. “Kalau menurut pandanganku seperti ini Khur, dengan sebab-sebab yang seperti itu kita harus mampu menyentuh atau mendapatkan hati mereka dahulu dengan cara-cara yang sederhana. Seperti ngajak mereka ngopi, jalan-jalan atau apapun yang mereka sukai selagi tidak merugikan. Tentu hal tersebut memiliki proses yang cukup lama, jadi harus sabar dan telaten. Setelah dirasa meraka sudah dapat menerima dengan baik, langkah selanjutnya adalah mengajak mereka secara perlahan untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif seperti diskusi, baca Al-Qur’an, sholawatan dan lain sebagainya. Insy Allah pelan-pelan kebiasaan negatif mereka seperti mabuk-mabukan akan terlupakan secara perlahan”.

“Ohh....kalau dipikir-pikir benar juga ya. Mereka mabuk-mabukan mungkin karena kondisi mental mereka yang seperti itu, sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Oleh karena itu,  kita harus dapat mengetahui secara pasti bagaimana kondisi psikologi mereka, sehingga kita tau bagaimana cara atau metodologi yang tepat untuk mengatasinya”, ujar Fatkhur sambil mengangguk-anggukkan kepalanya menandakan kefahamannya. “Nah setuju gua Khur.....”, belum selesai Seta ngomong, terpotong oleh suara adzan maghrib,“Allohu Akbar Allahu Akbar...”. sambil mematikan rokoknya, Seta berkata, “Ehh.. udah maghrib aja ni Khur, yuk kita ke masjid”. “Iya nih, lanjutin besok aja diskusinya”, jawab Fatkhur seraya beranjak berdiri dari tempat duduknya. Mereka pun beranjak dari tempat duduknya dan membayar ke kasir. Setelah itu, mereka berdua pergi ke masjid terdekat.

 

 

Penulis             : Pena_Santri

Editor              : Iput


Komentar