KESENIAN KEBO BULE KYAI SLAMET
PAGUYUBAN KEBO KENDHO KARANGTALOK BABABADAN PONOROGO
Oleh: Krisdianto
Kabupaten
Ponorogo terletak di Provinsi Jawa Timur bagian barat, berbatasan langsung
dengan Kabupaten Wonogiri dan dekat dengan Keraton Surakarta Hadiningrat di
Jawa Tengah. Kabupaten Ponorogo merupakan sebuah kota yang identik dengan
kesenian Reyog Ponorogo dan budaya warok. Ponorogo sangat kaya dengan kesenian
masyarakat, selain memiliki Reyog dan warok, Ponorogo memiliki kesenian
Gajah-gajahan, Onta-ontanan, Jaran Thik, dan lain-lain. Dewasa ini, di Ponorogo
muncul kembali kesenian baru yang diangkat dari sebuah peristiwa bersejarah
yang terjadi pada pertengahan abad ke 18, yaitu Kesenian Kebo Bule Kyai Slamet.
Di Dusun Karangtalok, Desa Babadan, Kecamatan Babadan, Kabupaten
Ponorogo. Disinilah kesenian Kebo Bule Kyai Slamet itu berada. Kesenian ini
tercipta karena terisnpirasi dari peristiwa sejarah pelarian Sunan Pakubuwono
II seorang Raja Keraton Kartasura ke Ponorogo. Peristiwa ini terjadi karena
Keraton Kartasura diserang oleh pasukan etnis Tionghoa yang bekerjasama dengan
rakyat pribumi dalam peristiwa Geger Pacinan tahun 1742. Di Ponorogo, Sunan
Pakubuwono II disambut baik oleh masyarakat. Beberapa tempat yang pernah
disinggahi Sunan Pakubuwono II diantaranya adalah di Badegan, Desa Menang,
Dukuh Jayenggrana di Sukorejo, Mangkujayan, Pulung, Gunung Bayangkaki, Sawo,
dan Tegalsari. Pada suatu hari, Sunan Pakubuwono II bersemedi dan mendapatkan
pusaka Tombak Kyai Slamet, namun pusaka tersebut hanya bisa diboyong menuju
keraton jika di damping oleh Mahesa Manilo atau Kebo Bule. Adipati Surobroto
yang kala itu mempunyai Kebo Bule, akhirnya memberikan binatang miliknya kepada
Sunan Pakubuwono II. Begitulah sekilas sejarah tentang Kebo Bule Kyai Slamet
yang menjadi cucok lampah dalam setiap acara Kirab di Keraton Surakarta pada
malam satu suro.
Perlu
kita ketahui, sebelumnya Kesenian Kebo Bule Kyai SLamet milik Paguyuban Kebo
Kendho ini berwarna hitam. Nama Kebo Kendho sendiri bermakna Kawulo Mudho Eling
Nandang Dosa dan mulai berdiri pada tahun 2013. Penggagas kesenian kebo ini
adalah para pemuda Dusun Karangtalok, seperti Suwarno, Agus Prayitno, Muhammad
Nashori, Sohib Awwaludin, Sholikin, dan lain-lain. Salah satu factor yang
melatarbelakangi mereka menciptakan kesenian kebo-keboan adalah karena mitos
yang berkembang di lingkungan mereka bahwa tidak boleh memainkan kesenian reyog
di lingkungan mereka. Mitos ini sudah turun dari berbagai generasi sampai
sekarang, hal yang tidak diinginkan konon akan terjadi jika melanggar wewaler
atau mitos tersebut. Hal ini tidak lepas dari seorang sosok yang babad
lingkungan pertama di Babadan, yaitu Umar Shodiq. Menurut Babad Kandha Wahana
15 Kecamatan Babadan Karya Purwowijoyo, Kyai Umar Shodiq merupakan putra dari
Kyai Ketib Anom dari Pacitan. Kyai Ketib Anom berasal dari Tembayat. Kyai Umar
Shodiq babad alas di Majaasem Kecamatan Jetis. Kemudian menikah dengan cucu
keponakan dari Pangeran SUmende di Setono Tegalsari. Setelah itu, berpindah
babad di Tanjungsari Kecamatan Jenangan, kemudian berpindah dan babad di
Babadan sampai akhir riwayat hidupnya. Kyai Umar Shodiq dimakamkan disebelah
masjid yang juga dinamai Masjid Umar Shodiq.
Perubahan
kebo kendho menjadi kebo bule kyai slamet ini terjadi pada tahun 2018, setelah
beberapa orang ahli ikut dalam perumusan kajian sejarah kebo bule kyai slamet,
yaitu Silahudin Hudaya dan KRAT Gandaning Puspito Hadinagoro. Perubahan fisik
kebo yang semula berwarna hitam menjadi putih, sedangkan alat music yang
digunakan masih sama yaitu alat music tradisional tanpa elekton. Lagu-lagu
bernafaskan religi menjadi trademark dari setiap penampilan kesenian kebo bule
kyai slamet. Namun, tidak jarang lagu-lagu baru bergenre dangdut campursari
atau koplo juga turut didendangkan sebagai tambahan.
Selain
menghibur masyarakat, kesenian ini mampu menyisipkan nilai-nilai dakwah islam
didalamnya. Kesenian ini juga dapat mengingatkan masyarakat akan perisstiwa
sejarah yang melatarbelakanginya. Seperti yang dikatakan oleh presiden Soekarno
dengan slogan Jas Merah, Jangan Sekali-kali melupakan sejarah.
0 Komentar