Apakah filsafat dengan islam memiliki korelasi atau saling kontradiksi?




        Oh iya kawan...sebelum kita membahas tema kita pada hari ini, alangkah baiknya kita ketahui dulu apa itu filsafat?. Mungkin ini merupakan kata-kata yang asing bagi kita, karena jarang sekali kata “filsafat” masuk pembahasan-pembahasan dalam islam. Tenang kawan...belajar filsafat menyenangkan kok, nggak seperti yang kawan-kawan bayangkan, misal filsafat itu membosankan, harus berpikir mati-matian dan lain sebagainya.
Nah, sebelum masuk dalam pembahasan kita harus mengetahui filsafat secara bahasa dan istilah. Secara bahasa, filsafat berasal dari bahasa yunani Philo(Mencintai) dan Shopia (Kebijaksanaan). Secara istilah yaitu mencintai hal-hal yang berkaitan dengan kebijaksanaan. Pasti kawan-kawan semua bertanya-tanya, mengapa harus menggunakan kata “cinta”?. Perlu diingat kata “cinta” pasti selalu berhubungan dengan hati, dan hati pun mempunyai arti suatu kesucian (bukan berarti bucin ya kawan hehe). Oleh karena itu, cinta diartikan sebagai kesucian hati yang dapat meraih suatu kebijaksanaan. Filsafat juga bisa diartikan sebagai pemikiran yang mendalam untuk mencapai suatu kebijaksaan atau bisa dikatan mencari solusi terhadap suatu problematika (permasalahan) sosial. Dapat dipastikan seluruh umat manusia (yang masih waras/ masih berpikir) pasti pernah berfilsafat terhadap suatu hal. Nah, terus apakah filsafat memiliki korelasi (keterhubungan) ataukah saling kontradiksi (berlawanan) dengan islam?.
Untuk memahami apakah ada keterhubungan atau berlawanan dengan islam saya akan menjelaskannya dengan sebuah analogi (perumpamaan) agar mudah dipahami oleh kawan-kawan semua. Misalnya seorang penafsir al-Qur’an seperti tafsir Ibnu Abbas yang mempunyai ciri khusus dalam penafsiran yaitu bil ma’tsur (yang bersumber dari al-Qur’an, hadist, fatwa sahabat maupun tabi’in), dalam menafsirkan al-Qur’an secara tidak langsung ibnu abbas pasti berpikir keras dalam memahami ayat al-Qur’an akankah disandar pada al-Qur’an, hadist ataukah fatwa Sahabat/tabi’in. Kegiatan berpikir tersebut bisa dikatakan sebagai proses berfilsafat, yaitu usaha dari ibnu abbas untuk menemukan sebuah solusi dengan proses berfikir akan disandarkan kemanakah ayat yang beliau tafsirkan, terhadap al-Qur’an, hadist ataukah fatwa sahabat/tabi’in. Hal yang dilakukan oleh ibnu abbas ini sesuai dengan pengertian filsafat sendiri, yaitu berfikir secara mendalam menuju sebuah kebijaksanaan, yang dimana ibnu abbas menfasirkan ayat al-Qur’an untuk menjelaskan kalam-kalam Tuhan yang mengandung suatu nilai kebijakasanaan.
Nah, dari perumpamaan diatas bisa bisa kawan-kawan simpulkan sendiri. Apakah filsafat dengan islam itu mempunyai korelasi atau  saling kontradiksi. Jadi, kawan-kawan semua jangan langsung menyalahkan, justifikasi bahkan mengkafirkan pemikiran seseorang yang mungkin tidak sejalan dengan pemikiran atau dengan madzhabkawan-kwan semua. Pelajari dan pahami dulu sebab akibat mereka yang berbeda pendapat dengan kawan-kawan semua.
Bagi kawan-kawan yang ingin lebih mendalami tentang filsafat bisa terus mengikuti website kami hehe. Mohon kritik dan sarannya kawan-kawan semua. Karena manusia pasti tak akan luput dari kesalahan. Hehe...
Cukup sekian dan terimakasih.

Penulis : Bajingan@Berilmu

Komentar

risawae mengatakan…
Mantaap.
Lanjutkan min.
Btw, itu admin penerimaan redaksi atau liputannya masih mas wahyu ya?
Kalau programnya mau dilanjut, diperbarui ya min cp nya...