Pandemi Covid 19 (Corona Virus) telah
menggemparkan hampir seluruh negara di belahan dunia. Pada akhir tahun 2019
lalu, virus ini muncul pertama kali di Kota Wuhan, China. Virus tersebut dapat
menular dengan jangka waktu yang sangat cepat. Dalam jangka waktu 4-5 bulan,
Covid 19 telah menyebar keseluruh Negara di dunia. Khususnya di Indonesia
sendiri, karena penyebarannya begitu cepat pemerintah memberlakukan social
distancing, yaitu menjaga jarak aman, serta menghindari keramaian orang
seperti kegiatan sosial, ekonomi, politik maupun pendidikan.
Perihal pemberlakuan social distancingkepada
seluruh masyarakat indonesia guna meminimalisir penyebaran covid 19. Pembatasan
kegiatan-kegiatan sosial seperti ritual-ritual kegamaan juga dialokasilkan di
tempat tinggalnya sendiri-sendiri. Hal tersebut langsung diinstruksikan dari
Majelis Ulama Indonesia terhadap masyarakat
muslim indonesia demi meminimalisir penyebaran Covid 19. Keputusan dari
Majelis Ulama Indonesia tersebut menuai Pro-Kontra oleh umat muslim sendiri.
Ada yang mendukung keputusan tersebut, karena pasti sebelum para ulama
memutuskan instruksi tersebut, telah melakukan musyawarah khusus serta
melakukan kajian khusus mengenai beberapa intruksi tersebut. Dan juga,
keputusan tersebut di keluarkan demi kemaslahatan umat muslim khususnya di
Indonesia. Namun, sebagian yang lain juga menolak tentang keputusan tersebut,
karena menurut pendapat mereka hal tersebut merupakan perbuatan yang
mengingkari hukum syariat serta merupakan sebuah perbuatan bid’ah. Ada
yang mengungkapkan “ngapain sih kok takut corona, takut itu sama Allah”,
dari kalimat tersebut bisa disimpulkan bahwa mereka beranggapan bahwa Covid 19
tak perlu dihiraukan yang penting terus meminta perlindungan kepada Allah.
Namun, perlu diketahui, apa yang telah disampaikan, yang telah di instruksikan
oleh para ulama tak lain sudah dimusyawarahkan secara matang dan tepat. Bukan
kok kita takut dengan Corona ataupun tidak takut dengan Allah. Namun, hal
tersebut merupakan sebuah usaha kita mendekatkan diri serta meminta pertolongan
kepada Allah dan tentu harus ada usaha yang harus kita lakukan, yaitu apa yang
telah disampaikan oleh para Ulama.
Ada statemen lain yang mengatakan “kepasar
aja berani masa ke masjid kok gak berani, pasar kok gak ditutup masa masjid kok
ditutup”. Dari statemen tersebut, sebenarnya membandingkan antara masjid
dengan pasar sama halnya membandingkan ketajaman kayu dengan pedang. Masjid
merupakan tempat yang suci serta tempat untuk menjalankan ritual-ritual
kegamaan disejajarkan dengan pasar yang banyak terjadi perbuatan-perbuatan
buruk serta tempat yang terkadang dibenci oleh Allah (kecuali yang dikehendaki
Nya), kedua hal tersebut memang sudah tak sebanding. Dan juga perlu di ingat
bahwa masjid bukan satu-satunya tempat beribadah, tapi diseluruh tempat di muka bumi ini bisa gunakan sebagai tempat
beribadah. Seperti dirumah, kos, asrama dan lain sebagainya. Sedangkan pasar/warung
merupakan satu-satunya tempat jual beli khususnya makanan pokok unutk memenuhi
kebutuhan pangan setiap hari, dan hanya pasar/warung itulah yang
menyediakannya, tidak ada ditempat lain.
Mari sebagai umat musllim sudah
seharusnya berfikir kritis serta teliti terhadap problematika yang ada. Gunakan
dalil-dalil dalam al-Qur’an untuk menemukan sebuah solusi dalam permasalahan,
bukan untuk oposisi serta menguntungkan satu belah pihak. Mari pelajari islam
secara kaffah(penuh) ajaran agama islam baik secara syariat maupun
secara hakikat. Semakin tinggi ilmu seseorang pasti semakin tawadu’ orang
tesebut kepada Allah. Maka akan hilang rasa sombong, dengki serta iri terhadap
sesama. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Atha’illah “Setinggi-tinggi adalah yang membuatmu semakin merunduk”.
Teruslah
belajar demi terwujudnya perjuangan yang menuju dalam ketaqwaan dan
terimakasih.
Penulis :
Bajingan@Berilmu
0 Komentar