Siapakah yang tidak mengenal dengan Kyai satu
ini? Salah satu Kyai pendiri ormas terbesar di tanah air bahkan di dunia bernama
NU sekaligus Kyai yang menyandang gelar “Hadratus Syekh”(menguasai secara mendalam berbagai disiplin
keilmuan Islam, juga hafal kitab-kitab babon hadits dari Kutubus Sittah yang
meliputi Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Bukhori Muslim, Sunan Abu Dawud,
Turmudzi, Nasa'i, Ibnu Majah)[1], tak lain dan tak
bukan adalah KH. Hasyim Asy”ari. KH. Hasyim Asy’arimemiliki nama lengkap
Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim atau yang populer
dengan nama Pangeran Benawa bin Abdul Rahman yang juga dikenal dengan julukan
Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah
bin Maulana Ishaq bin Ainul Yakin yang populer dengan sebutan Sunan Giri.
Sementara dari jalur ibu adalah Muhammad Hasyim binti Halimah binti Layyinah
binti Sihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa
bin Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama Mas Karebet bin Lembu Peteng
(Prabu Brawijaya VI). Penyebutan pertama menunjuk pada silsilah keturunan dari
jalur bapak, sedangkan yang kedua dari jalur ibu.
Jika dilihat dari garis keturunan, maka tidak
heran apabila beliau menjadi tokoh besar yang cukup karismatik karena mungkin diwarisi
oleh para leluhur beliau yang juga merupakan tokoh-tokoh besar pada masanya
(Sultan Hadiwiyata, Prabu Brawijaya VI dan lainya). Walaupun berasal dari
keturunan tokoh-tokoh besar, beliau juga melakukan perjuangan dan pengorbanan
sebelum akhirnya juga menjadi tokoh besar dan mengikuti jejak para leluhur
beliau. Gelar yang belaiu sandang juga tidak didapatkan secara instan, tetapi
juga melalui proses yang panjang dan tentunya tidak mudah.
Kiai Hasyim dilahirkan dari pasangan Kiai
Asy’ari dan Halimah pada hari Selasa kliwon tanggal 14 Februari tahun 1871 M
atau bertepatan dengan 12 Dzulqa’dah tahun 1287 H. Tempat kelahiran beliau
berada disekitar 2 kilometer ke arah utara dari kota Jombang, tepatnya di
Pesantren Gedang. Gedang sendiri merupakan salah satu dusun yang terletak di
desa Tambakrejo kecamatan Jombang.Sejak masa kanak-kanak, Kiai Hasyim hidup
dalam lingkungan Pesantren Muslim tradisional Gedang. Keluarga besarnya bukan
saja pengelola pesantren, tetapi juga pendiri pesantren yang masih cukup
populer hingga saat ini. Ayah Kiai Hasyim (Kiai Asy’ari) merupakan pendiri
Pesantren Keras (Jombang). Sedangkan kakeknya dari jalur Ibu (Kiai Utsman)
dikenal sebagai pendiri dan pengasuh Pesantren Gedang yang pernah menjadi pusat
perhatian terutama dari santri-santri Jawa pada akhir abad ke-19. Sementara
kakek ibunya yang bernama Kiai Sihah dikenal luas sebagai pendiri dan pengasuh
Pesantren Tambak Beras Jombang.Pada umur lima tahun Kiai Hasyim berpindah dari
Gedang ke desa Keras, sebuah desa di sebelah selatan kota Jombang karena
mengikuti ayah dan ibunya yang sedang membangun pesantren baru. Di sini, Kiai
Hasyim menghabiskan masa kecilnya hingga berumur 15 tahun, sebelum akhirnya,
meninggalkan Keras dan menjelajahi berbagai pesantren ternama saat itu hingga
ke Makkah.
Pada usianya yang ke-21, Kiai Hasyim menikah
dengan Nafisah, salah seorang putri Kiai Ya’qub (Siwalan Panji, Sidoarjo).
Pernikahan itu dilangsungkan pada tahun 1892 M/1308 H. Tidak lama kemudian,
Kiai Hasyim bersama istri dan mertuanya berangkat ke Makkah guna menunaikan
ibadah haji. Bersama istrinya, Nafisah, Kiai Hasyim kemudian memutuskan
untuktinggal di Makkah demi menuntut ilmu. Tujuh bulan kemudian, Nafisah
menninggal dunia setelah melahirkan seorang putra bernama Abdullah. Empat puluh
hari kemudian, Abdullah menyusul ibu ke alam baka. Kematian dua orang yang
sangat dicintainya itu, membuat Kiai Hasyim sangat terpukul. Kiai Hasyim
akhirnya memutuskan tidak berlama-lama di Tanah Suci dan kembali ke Indonesia
setahun kemudian.
Setelah lama menduda, Kiai Hasyim menikah lagi dengan seorang
gadis anak Kiai Romli dari desa Karangkates (Kediri) bernama Khadijah. Pernikahannya
dilakukan sepulang dari Makkah pada tahun 1899 M/1325 H. Pernikahannya dengan
istri kedua juga tidak bertahan lama, karena dua tahun kemudian (1901),
Khadijah meninggal.Untuk ketiga kalinya, Kiai Hasyim menikah lagi dengan
perempuan nama Nafiqah, anak Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dan
mendapatkan sepuluh orang anak, yaitu: Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul
Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurah, dan Muhammad Yusuf.
Perkawinan Kiai Hasyim dengan Nafiqah juga berhenti di tengah jalan, karena
Nafiqah meninggal dunia pada tahun 1920 M.Sepeninggal Nafiqah, Kiai Hasyim
memutuskan menikah lagi dengan Masrurah, putri Kiai Hasan pengasuh Pesantren
Kapurejo, Pagu (Kediri). Dari hasil perkawinan keempatnya ini, Kiai Hasyim
memiliki empat orang anak: Abdul Qadir, Fatimah, Khadijah dan Muhammad Ya’qub.
Perkawinan dengan Masrurah ini merupakan perkawinan terakhir bagi Kiai Hsyim
hingga akhir hayatnya.
Sumber :https://tebuireng.online/biografi-lengkap-kh-m-hasyim-asyari/
Pengutip : Iput
Editor : Triono
0 Komentar