Selamat malam jumat para rekan-rekan pelajar, seperti biasanya disetiap
malam jumat akan disajikan kisah-kisah inspiratif dari tokoh-tokoh yang luar biasa.
Alasan mendasar kenapa MCPNU menyajikan biografi para tokoh-tokoh hebat yaitu untuk
memotivasi penulis dan pembaca untuk mencontoh beberapa sikap dari tokoh-tokoh tersebut,
tentunya yang sekiranya bisa kita kerjakan (sesuai kapasitas kita).
Untuk malam jumat ini penulis akan melanjutkan pembahasan tokoh inspiratif
yang sudah dibahas minggu lalu tetapi dengan perspektif (sudut pandang) yang
berbeda. Jika minggu lalu melihat sang Kyai dari sudut pandang keturunan, malam
ini penulis akan membahas sang Kyai melalui sudut pandang keilmuannya. Selamat membaca..
Kiai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus pengetahuan agama
(Islam). Untuk mengobati kehausannya itu, Kiai Hasyim pergi keberbagai pondok pesantren
terkenal di JawaTimur saat itu. Tidak hanya itu, Kiai Hasyim juga menghabiskan waktu
cukup lama untuk mendalami Islam di tanah suci (Makkah dan Madinah). Dapat dikatakan,
Kiai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan
falsafah Jawa, “Luru ilmu kanti lelaku (mencari ilmu adalah dengan berkelana)
atau samba kelana”
Karena berlatar belakang keluarga pesantren,
Kiai Hasyim secara serius dididik dan dibimbing mendalami pengetahuan Islam
oleh ayahnya sendiri dalam jangka yang cukup lama mulai dari anak-anak hingga berumur
lima belas tahun. Melalui ayahnya, Kiai Hasyim mulai mengenal dan mendalami Tauhid,
Tafsir, Hadith, Bahasa Arab dan bidang kajian Islam lainnya. Dalam bimbingan ayahnya,
kecerdasan Kiai Hasyim cukup menonjol. Belum genap berumur 13 tahun, Kiai Hasyim
telah mampu menguasai berbagai bidang kajian Islam dan dipercaya membantu ayahnya
mengajar santri yang lebih senior. Belum puas atas pengetahuan yang didapatkan dari
ayahnya, Kiai Hasyim mulai menjelajahi beberapa pesantren. Mula-mula, Kiai Hasyim
belajar di pesantren Wonokoyo (Probolinggo), lalu berpindah kepesantren Langitan
(Tuban). Merasa belum cukup, Kiai Hasyim melanjutkan pengembaraan intelektualnya
ke Pesantren Tenggilis (Surabaya), dan kemudian berpindah ke Pesantren Kademangan
(Bangkalan), yang saat itu diasuh oleh Kiai Kholil. Setelah dari pesantren Kiai
Kholil, Kiai Hasyim melanjutkan di pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo) yang
diasuh oleh Kiai Ya’kub dipandang sebagai dua tokoh penting yang berkontribusi membentuk
kapasitas intelektual Kiai Hasyim. Selama tiga tahun Kiai Hasyim mendalami berbagai
bidang kajian Islam, terutama tata bahasa arab, sastra, fiqh dan tasawuf kepada
Kiai Kholil. Sementara, di bawah bimbingan Kiai Ya’kub, Kiai Hasyim berhasil mendalami
Tauhid, fiqh, Adab, Tafsirdan Hadith.
Atas nasihat KiaiYa’kub, Kiai Hasyim akhirnya meninggalkan tanah
air untuk berguru pada ulama-ulama terkenal di Makkah sambil menunaikan ibadah
haji untuk kali kedua. Di Makkah, Kiai Hasyim berguru pada syaikh Ahmad Amin
al-Attar, Sayyid Sultan bin Hashim, Sayyid Ahmad bin Hasan al-Attas,
SyaikhSa’id al-Yamani, Sayyid Alawi bin Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki,
Sayyid Abdullah al-Zawawi, Syaikh Salih Bafadal, dan Syaikh Sultan Hasim Dagastana,
Syaikh Shuayb bin Abd al-Rahman, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Rahmatullah,
SayyidAlwi al-Saqqaf dan Sayyid Abu Bakr Shata al-Dimyati. Selain itu, Kiai Hasyim
juga menimba pengetahuan dari Syaikh Ahmad Khatib Minankabawi, Syaikh Nawawi
al-Bantani dan Syaikh Mahfuz al-Tirmisi. Tiganama yang disebut terakhir
(Khatib, Nawawi dan Mahfuz) adalah guru besar di Makkah saat itu yang juga memberikan
pengaruh signifikan dalam pembentukan intelektual KiaiHasyim di masa selanjutnya.
Prestasi belajar Kiai Hasyim yang menonjol, membuatnya kemudian juga
memperoleh kepercaaan untuk mengajar di Masjid al-Haram. Beberapa ulama terkenal
dari berbagai Negara tercatat pernah belajar kepadanya. Di antaranya ialah Syaikh
Sa’d Allah al-Maymani (mufti di Bombay, India), Syaikh Umar Hamdan (ahli
hadith di Makkah), al-Shihan Ahmad bin Abdullah (Syiria), KH. Abdul Wahab Chasbullah
(Tambak beras, Jombang), K. H. R Asnawi (Kudus), KH. Dahlan (Kudus), KH. Bisri Syansuri
(Denanyar, Jombang), dan KH. Saleh (Tayu).
Seperti disinggung di atas, Kiai Hasyim pernah mendapatkan bimbingan
langsung dari Syaikh Khatib al-Minankabawi dan mengikuti halaqah-halaqah yang
di gelar oleh gurunya tersebut. Beberapa sisi tertentu dari pandangan Kiai Hasyim,
khususnyamengenaitarekat,
didugakuatjugadipengaruhiolehpemikirankritisnyagurunyaitu, meskipun padasisi
yang lain Kiai Hasyim berbeda dengannya. Dialektika intelektual antara guru dan
murid (Syaikh Khatib Kiai Hasyim) ini sangat menarik. Sejak masih di Makkah,
Kiai Hasyim sudah memiliki ketertarikan tersendiri dengan tarekat. Bahkan, Kiai
Hasyim juga sempat mempelajari dan mendapat ijazah tarekat Qadiriyah waNaqshabandiyah
melalui salah satu gurunya (Syaikh Mahfuz).
Sumber
:https://tebuireng.online/biografi-lengkap-kh-m-hasyim-asyari/
Pengutip :Iput
Editor :Triono
0 Komentar