Dalam
kurun waktu satu tahun terakhir, banyak bermunculan problem-problem yang terjadi
di indonesia, seperti bertambahnya kasus korupsi, bencana alam, kemiskinan, dan
yang lebih urgent adalah adanya Pandemi Covid19 ini dan lain sebagainya. Upaya
pemerintah dan kontribusi masyarakat dalam mengatasi problem-problem tersebut
memang memakan waktu, tenaga serta finansial yang cukup besar.
Namun
anehnya, ada sebagian kecil masyarakat indonesia yang memperkeruh keadaan dengan
munculnya sekelompok orang yang membuat berita/informasi tidak sesuai fakta (tidak
menggunakan data yang valid). Lebih parahnya lagi, informasi tersebut dibumbui
dengan benih-benih dalil agama yang dijadikan sebagai senjata untuk mengklaim
bahwa pendapat meraka benar secara absolut. Wah, merampas hak Tuhan ini
namanya, tambah kacau dah negeri ini.
Mungkin
dari teman-teman sendiri banyak yang bertanya-tanya, apasih maksudnya “merampas
hak Tuhan”?. Jadi sebelum masuk dalam pembahasan dari pertanyaan itu, saya akan
menjelaskan dulu tentang apa sih kebenaran itu?
Dalam
literatur yang pernah saya baca kebenaran didefinisikan “kesesuian dengan
fakta/sesuai dengan realita yang sebenarnya”. kebenaran sendiri itu dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu :
Pertama,
kebenaran Absolut (mutlak). Maksudnya
adalah sebuah kebenaran yang bersifat nyata atau sesuai dengan realitas yang
ada. Sehingga, sebagian besar orang menggunakan keabsolutan sesuatu dijadikan
sebagai pijakan untuk menentukan yang benar dan yang salah. Contoh: kebenaran
mutlak Tuhan melalui wahyunya serta ciptaan-ciptaannya yang ditujukan kepada
manusia untuk media pembelajaran/tafakkur.
Kedua,
kebenaran Relatif. Maksudnya adalah suatu konsep kebenaran manusia dari sudut
pandnngnya sendiri atau bisa dikatakan sesuai dengan kemampuannya sendiri.
Contohnya, pendapat manusia tentang sifat, perilaku, watak seseorang. Dalam
menanggapi bagaimana watak seseorang, pandangan manusia pasti berbeda-beda
karena berbeda sudut pandang pula.
Di
zaman modern seperti ini, kebebasan berpendapat sudah menjadi hal maklum. Semua
orang bebas mengemukakan pendapatnya diatas publik. Namun perlu diperhatikan,
bahwa dalam berpendapat harus sesuai dengan data yang valid serta menggunakan
etika yang baik dalam berpendapat. Sebagaian masyarakat sekarang, banyak yang
mengargumentasikan pendapatnya dihadapan publik tanpa menggunakan data yang
valid serta tidak mengindahkan etika. Apalagi dibumbuhi dengan benih-benih
doktrin agama yang sangat rawan menimbulkan perpecahan apabila tidak sesuai porsinya.
Contohnya
yang viral di sosial media baru-baru ini, tentang makanan klepon yang tidak
syar’i haram untuk dikonsumsi. Dan pendapat tersebut di klaim sebagai pendapat
yang absolut oleh sang penulis/yang berpendapat karena disandarka pada doktrin
agama dengan dalih kebenaran dari Tuhan. Nah, dari problem diatas bisa disempulkan bahwa
pendapat terebut merupakan pendapat dari satu sudut pandang dalam memahami
permasalahan tersebut, sehingga termasuk golongan kebenaran relatif. Namun,
mengapa yang berpendapat tersebut menganggap pendapatnya sebagai
kebenaran mutlak, kebenaran dari Tuhan?, Yang realitanya ternyata sebaliknya.
Sehngga saya analogikan dengan merampas hak tuhan.
Nah
teman-teman semua, kita boleh berpendapat apapun, menjadi apapun, sehingga
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Namun jangan sekali-kali menjadi Tuhan, yang
mengkalim dirinya paling benar. Sehingga muncul sikap egois yang cenderung
intoleran terhadap orang lain.
Disini
saya tidak memberikan pengajaran ataupun menggurui, namun lebih untuk diskusi
bersama serta saling berbagi dalam bidang ilmu pengetahuan. Mohon kritik dan
sarannya.
Jangan
lupa tersenyum bahagia.
Penulis :
Bajingan@Berilmu
Editor : Triono
0 Komentar