Dipenghujung
tahun 2020 kali ini, kembali kita diingatkan akan sosok guru bangsa,
intelektualis, nan humoris, dengan jokes-jokes yang cukup untuk mengguncang
perut seharian. Tepat pada 11 tahun kepulangan beliau, tampak masih hijau nan
subur buah pemikirannya hingga saat ini. Gus Dur ialah Ulama kosmopolitan berjuang
tanpa ada tendensi kepentingan selain misi kemanusiaan, maka sebagai generasi
muda perlu banyak belajar dari perjuangannya.
Dipenghujung
tahun, sudah menjadi hal yang membudaya berbicara resolusi ditahun yang akan
datang. Dan itu penting, tapi jangan lupa juga merefleksikan diri dari setiap peristiwa
yang sudah dilalui.
Tahun
ini menjadi momentum yang mungkin tidak terulang ditahun yang akan datang, kita
diuji Allah swt dengan virus COVID 19. Hampir seluruh aspek kehidupan terdampak,
tak terkecuali pendidikan. Perlu jika saat ini kita bertanya, bagaimanakah
kondisi pendidikan kita?, Masihkah berbuah segar?.
A. De
Mello SJ (1994), pernah memberikan ilustrasi yang menarik, tentang keluhan
siswa terhadap gurunya yang selalu mencekoki pelajaran “Bapak menuturkan banyak
cerita, tetapi tidak pernah menerangkan maknanya kepada kami”, kata seorang
murid. Jawab sang guru “bagaimana pendapatmu nak, andai kata seorang menawarkan
buah kepadamu namun mengunyahkan dahulu bagimu?.
Tanpa
kita sadari, betapa sering siswa mendapatkan makanan yang sudah dikunyah
gurunya. Apabila siswa selalu didorong untuk mencari buah segar pelajaran, maka
mereka akan belajar mencernanya sendiri. Siswa ingin selalu mendapatkan suasana
segar, hal baru, hal menarik yang belum pernah disampaikan oleh guru. Ia akan
melahirkan kreatifitas dan menempatkan manusia sebagai pembelajar sepanjang
hayat. (Ngadiyo).
Bagi
GusDur, manusia adalah ciptaan yang terbaik yang bertugas menjadi khalifah
dalam memakmurkan bumi. Karena ciptaan terbaik, maka pendidikan bagi manusia
merupakan cara terbaik agar manusia mampu merealisasikan tugas kekhalifahanya.
Dalam
pandangan GusDur, pertama lembaga pendidikan harus mampu membangun basis dan
pondasi. Basis itu kearifan lokal, yakni nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi dan ajaran agama. Maka dalam proses penanaman moral nilai-nilai
tersebut menjadi ruhnya. Selain itu guna membangun manusia yang bermoral, perlu
sebuah kurikulum yang tepat. Karena kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Sehingga
bagaimana kurikulum pendidikan dengan asupan ilmu mampu mengisi nilai moral
peserta didik,
Kedua,
dalam proses
belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga
terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri
peserta didik. Ketiga, guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam
arti sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses
pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan
mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer of knowledge tapi pembelajaran
harus meliputi transfer of value and skill, serta pembentukan karakter
(caracter building).
Keempat, perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang
peningkatan motivasi belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki
minat belajar yang tinggi. Kelima, harus ditanamkan pola pendidikan yang
berorientasi proses (process oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil.
Pendidikan harus berjalan di atas rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh
karena itu, budaya pada dunia pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas),
seperti mengejar gelar atau titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik
hendaknya ditinggalkan. Yang harus dikedepankan dalam pembelajaran kita
sekarang adalah penguasaan pengetahuan, kadar intelektualitas, dan
kompetensi keilmuan dan keahlian yang dimilikinya.
Dengan pandangan tersebut, semoga kita mau dan mampu merefleksikan diri, sejauh mana diri ini mengimplementasikan hal tersebut. Seyogyanya menjadi pelajaran bagi kita dan memantik untuk terus belajar, dengan berbagai tantangan kesulitan proses belajar mengajar saat ini, kita tidak lupa akan buah pendidikan yang subtasinya menjadi harapan kita semua.
(samsuri)
0 Komentar