Opini : Soal Sambat, Jawab Curhat

Gambar: freepick. com


Bismillah hirrahma nirrahim,,,

Baru-baru ini banyak terdengar sambat dari rakyat terkait naiknya tiket masuk ke obyek bersejarah Candi Borobudur, Yogyakarta. Sambat rakyat mulai terdengar di platform-platform online. Mulai dari rakyat biasa hingga rakyat yang terkenal lewat media massa.

Sambat mereka pun unik, ada yang setuju karena dirasa obyek wisata tersebut memang bernilai tinggi sehingga siapapun yang singgah harus menyiapkan upah yang tak rendah. Namun, tetap sambat pada hal lainnya, misal parkir di obyek tersebut naik menjadi 50.000 per kendaraan. (Iya dong, lha wong parkir di tempat yang berkelas).

Ada juga yang tidak setuju, karena merasa hal itu menjadi bagian dari warga Negara Indonesia, jadi tidak perlu merogoh kantong dalam-dalam untuk berkunjung dirumah sendiri (masyarakat Indonesia berbangsa satu Bangsa Indonesia). Biarpun biaya parkirnya naik atau turun harga, tak menjadi masalah (karena sejauh apapun pergi kerinduan pada rumah sendiri menjadi hal prioritas). 

Jika yang sambat adalah rakyat yang dianggap masyarakat yang tidak terkenal atau tak punya jabatan, mungkin sambatnya hanya dianggap kicauan. Berbeda dengan orang yang lebih terkenal, sambatnya bisa digunakan sebagai meme quotes atau trending topik bulanan.

Selepas dari obyek peninggalan bersejarah Bangsa Indonesia. Ada hal unik disekitar kita yang luput kita bahas dan perbaiki karena sudah dianggap biasa, Tradisi masyarakat Indonesia yang molor waktu. (Tidak berlaku bagi individu perveksionis).

Banyak hal pasti yang seharusnya sudah disetujui, berubah menjadi omong kosong belaka. Karena menunggu sesuatu yang bisa dibilang tidak pasti. Ibarat kata indahnya 'kepastian yang terabaikan',(ya begitulah rasa penulis).

Biasanya individu seperti itu akan sadar dan tersadar setelah datangnya rasa kehilangan atas suatu kesempatan. Kesempatan memberikan keputusan yang pasti atau kesempatan dalam memimpin. Rasa menyesal mungkin sehari dua hari tak pernah datang sebab mengolor waktu itu.(kan Indonesia).

Tapi seminggu - empat Minggu mengolor waktu sebab ruwetnya cara berpikir itu akan terasa. Ketika deadline yang telah disetujui hilang begitu saja. Acara yang mestinya sudah berjalan menjadi bibar begitu saja.

+ Kenapa waktu itu kata 'iya' sulit terucap dari bibirku?, Padahal banyak orang yang sudah mengusahakannya. Kenapa??

- Iya saja ga cukup (gumamku, wong buktinya belum ada)

Kira-kira begitu, 

Kembali pada Peninggalan Sejarah Yang Harus Dijaga. Sambat masyarakat berbagai lapis pun juga tak semua harus digubris. Lha wong Pak Luhut dan teamnya sudah lebih berpengalaman dan yang punya wewenang.


Bintu Syams











Komentar