Kota, MCPNU Ponorogo
Pimpinan
Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Ponorogo menggelar acara seminar serambi
pelajar yang mengusung tema 'Stop Perkawinan Anak, Bangun Masa Depan Sehat dan
Setara’ dilanjutkan deklarasi “Ponorogo
Zero Perkawinan Anak". Kegiatan ini dipusatkan di Aula Kampus Insuri
Ponorogo yang diikuti oleh pelajar se-Kabupaten Ponorogo pada Senin
(10/02/2025).
Ketua PC IPPNU Kabupaten Ponorogo, Azza Fahreza Zayinnatul Ula menjelaskan bahwa seminar ini diadakan sebagai upaya preventif perkawinan anak di kalangan pelajar. Perlu diketahui pada Tahun 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah mengajukan kurikulum terkait hal tersebut, namun sampai hari ini masih stagnan.
"Faktor yang terjadi terkait dispensasi kawin yaitu kehamilan di luar nikah. Kemudian disusul faktor ekonomi, dan pemahaman agama yang rendah. Lalu pemikiran di lingkungan yang masih menormalisasi pernikahan dini. Dengan demikian, kurikulum terkait kesehatan reproduksi sudah saatnya masuk pada satuan pendidikan khususnya pada mata pelajaran Biologi, mengingat bahaya yang ditimbulkan," katanya.
Ia melanjutkan bahwa setelah kegiatan ini diharapkan terus ada keberlanjutan dan nantinya dengan sinergi bersama kasus perkawinan anak bisa dicegah sedini mungkin sehingga benar-benar dapat mewujudkan kota ramah anak.
“Menikah di usia dini bukan suatu solusi, harapannya nanti ada sosialisasi ke sekolah dan penanganan terhadap pergaulan bebas, sehingga nanti Ponorogo bisa Zero Perkawinan Dini mengingat Ponorogo sebagai Kota Santri," ungkapnya.
Sementara itu Ketua PCNU Ponorogo, Idham Mustofa turut mengapresiasi upaya IPNU IPPNU dalam mengadakan acara ini. Ia juga mengingatkan kepada para pelajar untuk menyusun rencana masing-masing.
“Berbagai upaya juga sudah kami lakukan, salah satunya mengundang Lembaga Perlindungan Sosial Anak untuk turut serta di dalamnya. Walaupun acara ini inisiasi dari IPNU IPPNU sendiri, tapi kalian juga jangan lupa menikah. Oleh karena itu, rencanakan dengan sebaik mungkin untuk selanjutnya,” jelasnya.
Dalam kesempatan ini turut hadir Guru Besar Obstetri dan Ginekologi UNAIR, Eighty Mardiyan Kurniawati sebagai narasumber yang mengingatkan kembali makna dari pernikahan dan bagaimana kematangan reproduksi seorang perempuan serta pentingnya kesiapan lain yang sangat diperlukan dalam pernikahan.
“Begitu akad terucap, maka harus siap menanggung semua resiko yang ada dan tanggung jawab sepenuhnya ada di pihak laki-laki. Apalagi kalau menikah karena kecelakaan atau Married by Accident (MBA), secara ekonomi maupun psikologi terlebih lagi kesehatan pasti belum siap karena tanpa perencanaan. Terlebih lagi mengingat pernikahan bukanlah kontrak sesaat, namun merupakan ibadah terpanjang,” terangnya.
Disampaikan pula terkait dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan pada anak dari sisi kesehatan reproduksi.
“Karena belum terjadi kematangan dan kesiapan reproduksi maka banyak resiko yang ada. Pertama, kanker serviks yang merupakan penyebab kematian terbesar pada wanita. Kemudian HIV/AIDS, lalu bayi dilahirkan dalam keadaan stunting, terjadinya preeklamsia serta pendarahan pasca kelahiran,” imbuhnya.
Pada kesempatan ini, ia juga menegaskan bahwa usia ibu dalam mengandung perlu dipikirkan karena nantinya berkaitan dengan perkembangan anak.
“Kualitas sel telur maksimal seorang perempuan yaitu ketika berusia 35 tahun. Jika lebih maka bisa menyebabkan kecacatan pada janin, dan kualitas hidupnya menjadi berkurang karena kondisi kesehatan dari ibu dan faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan,” ujarnya.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ponorogo, Moh. Nurul Huda menegaskan bahwa konsep rumah tangga dalam Islam harus mendatangkan 4 hal yaitu Sakinah, Mawaddah, Rahmah dan Barokah. Kemudian ia juga memaparkan terkait perubahan Undang-Undang mengenai usia perkawinan.
“Dalam pasal 7 ayat 1 UU 16 Tahun 2019 menerangkan bahwa batasan menikah yang awalnya 16 tahun kini menjadi 19 tahun. Hal ini mengakibatkan pengajuan dispensasi nikah meningkat, sesuai dengan rekap data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Tahun 2022 yang menyatakan bahwa Ponorogo menempati urutan ke-28,” ucapnya.
Ia melanjutkan bahwa berbagai usaha telah dilakukan oleh Kemenag dengan mengadakan serangkaian bimbingan untuk merespons hal itu.
“Kemenag telah bersinergi dalam melaksanakan kegiatan Bimbingan Pra Nikah Remaja Usia Sekolah, Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin, Sosialisasi kepenyuluhan Pendewasaan Usia Nikah kepada Kepala Madrasah dan Majelis Taklim. Dengan langkah tersebut dan dukungan dari berbagai pihak, angka pernikahan di bawah umur Tahun 2024 mengalami penurunan. Terakhir saya berpesan kepada kalian, Jadilah manusia yang patut diperhitungkan dan Didiklah anakmu dengan zaman yang akan datang," pintanya.
Ketua PC Fatayat NU Ponorogo dan aktivis perempuan, Nuurun Nahdliyah menerangkan bahwa pernikahan dini dapat mengancam hak anak.
"Anak
seharusnya mendapatkan hak dasar untuk hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi. Selanjutnya hak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, rekreasi, dan tujuh hak lainnya. Sudah saatnya pula perempuan saat ini terbebas dari
budaya patriarki" pungkasnya.
Penulis: Dina Kamilasari
0 Komentar