CUMA LIMA MENIT UNTUK LIMA TAHUN


Oleh : Deanes Ahsana Kibdah

Bangsa yang berhasil adalah bangsa yang mampu menyiapkan diri dalam mengantisipasi tantangan di masa depan dengan situasi yang semakin sulit, semakin kompleks, dan banyak faktor yang saling mempengaruhi. Satu faktor kecil yang seolah-olah tak bermakna di tempat jauh dari pusat kekuasaan bisa menjadi awal perubahan besar.

Tahun 2019 Indonesia mencatat sejarah baru Pemilihan Umum (Pemilu), dimana Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) akan diselenggarkan secara serentak di hari yang sama. Situasi yang menentukan perjalanan bangsa Indonesia selama 5 tahun mendatang, apakah sama seperti saat ini, lebih baik atau bahkan lebih buruk. Hal ini pastinya akan menjadi penentu yang mempengaruhi perjalanan bangsa Indonesia pada periode-periode selanjutnya. Oleh karena itu, proses tersebut harus dikawal dengan baik agar tidak menimbulkan persoalan yang dapat mengganggu perjalan bangsa ke depannya.

Sebagaimana kontestasi politik pada umumnya, masing-masing pihak berusaha dengan berbagai cara untuk memenangkan hati rakyat. Para pendukungnya pun sedemikian bersemangat mengampanyekan calonnya. Kita sebagai kader NU juga generasi milennial dalam mencari seorang pemimpin tidak boleh sembarangan memilih, karena yang kita pilih, jika ia benar terpilih dan berkuasa nantinya akan sangat menentukan apa yang menjadi harapan kita. Pada akhirnya semua kebijakan dalam proses pembangunan berada di tangan mereka. Begitu juga apakah nanti akan tercipta kesejahteraan atau tidak, semakin lebih baik atau bahkan tambah sengsara, terletak pada yang menjadi nahkoda kita. Yang kita pilih selama lima menit akan berkuasa selama lima tahun ke depan. Agar tidak salah dalam memilih, setidaknya ada beberapa cara agar menjadi pertimbangan dalam menghasilkan pemimpin yang amanah, berkualitas, dan mampu menjadi pemimpin yang baik bagi rakyatnya.

Pertama, perhatikan dari segi latar pendidikan, sikap dan perilakunya. Ini adalah salah satu cara untuk melihat modal sosial diri seorang calon, apakah dia berkompeten atau tidak. Karena mereka yang berpendidikan tinggi seharusnya akan lebih bijak dan cenderung lebih tepat dalam pengambilan keputusan, berkemampuan membuat perubahan, dan dapat membawa solusi kebijakan dan pembangunan yang efektif.

Kemudian, yang tidak kalah penting dari pendidikan adalah sikap dan perilakunya. Bagaimana kita bisa menilai kalau bertemu langsung saja belum pernah? Kita bisa menilai sikap dan perilakunya melalui pembawaannya dalam proses kampanye, ketika menampilkan elegansinya sebagai seseorang yang patut dicontoh, sebagai panutan yang tercermin dari keseharian sikap dan tindak-tanduknya dari waktu ke waktu. Karena, sepandai apapun seseorang menyembunyikan sifat buruknya, pasti ada beberapa momen dimana dia tak bisa menutupinya.

Kedua, pemilih harus aktif mencari tahu calon pemimpinnya melalui rekam jejak. Melalui data-diri pribadi dan riwayat hidupnya kita dapat menemukan rekam jejak dalam pengabdian sebelumnya. Dari catatan sejarah diri, prestasi yang telah ditorehkan, identifikasi yang sudah diberikan atau kontribusinya terhadap masyarakat, dan rekam jejaknya dapat memperlihatkan kompetensi mereka untuk meyakinkan kita dalam menentukan pilihan, apakah pantas menjadi pemimpin atau tidak.

Ketiga, pelajari visi dan misinya. Ketika para calon mengutarakan visi dan misinya kita harus mencermati apakah sesuai dengan harapan rakyat atau tidak, realistis atau malah tidak masuk akal, benar-benar nyata atau hanya janji-janji saja. Visi dan misi seyogyanya mampu menjawab kebutuhan masyarakat luas, mampu mengonsep tatanan pemerintahan yang baik, dan rencana maupun aksinya mempunyai nilai keberpihakan terhadap rakyat.

Pada intinya, sebagai kader NU yang hidup di era serba digital kita harus mampu memanfaatkan perkembangan yang ada untuk menggali informasi tentang mereka, agar kita tidak salah pilih dan dapat menemukan pemimpin yang terbaik. Sehingga, dapat menjadi suatu kekuatan yang mampu menggerakkan perjuangan dan perjalanan bangsa Indonesia ke depan yang lebih baik. Pemerintah juga sudah memberikan akses kepada masyarakat untuk memberikan banyak informasi agar dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik dan diharapkan kita bisa memanfaatkan betul dalam memilih orang-orang terbaik.

Dalam menghadapi dua pilihan yang sama-sama baik atau dua pilihan yang sama-sama buruk, maka mempertajam analisis untuk menilai yang terbaik di antara dua hal baik atau yang terbaik di antara dua hal yang buruk adalah solusi yang harus diambil. Pilihan harus dipilih, keputusan harus diputuskan. Idza ijtama'a al-mafsadataani fa 'alaikum bi akhaffihimaa.

Deanes Ahsana Kibdah adalah finalis Duta Pelajar NU Ponorogo 2019 Kategori Duta Bertalenta. Saat ini ia duduk di bangku kelas XI MA Ma'arif Al-Azhar Sampung Ponorogo dan aktif di Pimpinan Komisariat IPPNU MA Ma'arif Al-Azhar Sampung dan juga Pimpinan Ranting IPPNU Ringinputih Sampung.

Komentar

Mazaya F. Aimmah mengatakan…
Mantap 01 dan mantab PKB untuk pertahanan dan kemajuan NKRI 😍
Unknown mengatakan…
Trimaksih sangat bermanfaaat