Di keramaian
yang penuh isak. Aku berjalan menyusuri tiap-tiap keramaian pasar malam di kota
yang baru ku tempati, satu minggu yang
lalu. Di balik penjual bakso itu
terlihat banyak pasang mata menggerombol membentuk lingkaran yang tak beraturan. Ku ayunkan langkahku mendekati mereka, berusaha menangkap apa yang mereka
lihat. Dari lubang antara leher mereka,
terlihat tangan seseorang menari diatas panggung kanvas dengan kuas yang
berbalut indahnya warna-warni cat. Seorang gadis dengan rambut terurai dalam
keramaian malam itu, yang sedang ia
lukis. Duduk dengan gaya modelnya. Lima menit kemudian, lukisan itu tampak sempurna.
"Berapa
pak?". Tanya laki-laki yang terlihat sebaya dengan gadis itu.
"250.000,
mas"
"Aduh!,
uangnya ketinggalan di mobil, saya akan kembali 10 menit lagi".
Kurang dari 10 menit laki-laki itu kembali dan
membayar lukisannya. Malam ini langit menyapa dengan air penguapan yang
dibawanya dari laut. Para pasang mata
membubarkan lingkaran yabg mereka bentuk . Aku berlari, berteduh di teras makab depan pasar malam
itu. Tampak dari tempatku berdiri
gerombolan manusia terbentuk kembali.
Bahkan, lebih ramai dari
gerombolan yang melihat pelukis tadi.
"Ada apa
pak?".
"Ada
seorang gadis ditabrak lari, di depan butik". Jawab seorang yang baru
keluar dari gerombolan itu.
"Ina!, aku
meninggalkannya di butik". Ucapku sepontan.
Aku berlari dan
menerobos gerombolan itu. Ku tatap lekat-lekat darah yang melumuri
bajunya. Saat badannya dibalik wajah,
tangan dan kakinya seperti diparut.
"Minggir!". Teriak laki-laki
berbadan kekar, lalu membopong gadis itu masuk kedalam mobil.
Aku segera
beranjak dan mencari Ina di dalam butik. Tapi nihil. Aku keluar dan mengamati
disekitar jalan dan pinggir pasar malam, malam itu benar-benar membuat ku
bingung. "Kakak!".
"ina!, maafkan kakak
meninggalkan mu begitu saja, kakak terlalu tertarik dengan lukisan
tu," ucapku lalu memeluknya.
Ina hanya
mengangguk dengan kecewa. Tepat pukul
21.00 aku dan ina kembali ke kos yang tak jauh dari pusat kota ini, dengan diiringi hujan deras.
***
Hari minggu
tanpa jadwal kuliah dan tugas. Waktuku Ku habiskan hanya di kos dan jalan-jalan
ke pasar. Uang yang diberi ibu dan ayah
untuk jajan dan makan hanya cukup untuk membeli makanan pasar. Yang harganya
diatas dari harga pasar di desaku.
Tin...
Terlihat dari
kaca jendela yang baru ku bersihkan. Seorang perempuan, yang tak ku kenal tapi pernah ku lihat.
Terlihat masuk ke dalam mobil bersama seorang laki-laki.
Tin...
Kemudian, tampak wanita parobaya melambaikan
tangannya. Aku keluar dan berakting
menyirami sebatang Mawar kuning di samping pintu kamar kosku, bak artis papan atas.
"Selamat pagi bu,"
"Selamat
pagi." Jawabnya ramah. "Kamu asli mana?." Lanjutnya kemudian.
"Saya asli
Pekalongan, bu."
"Kamu
kuliah ya nak?"
"Iya bu,
saya tinggal berdua sama adik yang masih kuliah juga semester satu.
Pagi yang
mengawali komunikasi ku dengan tetangga kosku yang baru pindah kemaren. Yang
belum pernah ku jumpai sebelumnya.
***
Ku lihat di kaca
yang sama, mobil itu datang lagi, tepat pukul 20.30.
"Astaga!,
dia laki-laki di pasar malam itu dan perempuan yang digandengnya adalah yang
dilukis malam itu."
Ku rasa, di dunia ini semua serba kebetulan.
Jangan-jangan aku akan bertemu dengan laki-laki kekar itu dan gadis yang di
tabrak lari malam itu. Entahlan, fikiran
dan badanku sudah waktunya istirahat.
Tok, tok, tok...
"Ina, kamu
buka pintunya"
"Aku capek
kak."
Aku beranjak dari kenyamanan kasur lantau
ku, lalu membuka pintu.
"Ada apa
mbak?,"
Ia hanya diam
dan memberikan bungkusan pada ku dan berisyarat dua jari.
"Untukku
dan adik?,"
Ia mengangguk
dan menelangkupkan tangannya dan berlalu dari hadapanku.
"Terimakasih
mbk!," teriakku agak lantang.
Aku masih
bingung dengan gerak-geriknya, aku duduk
di kursi teras kos dan mencoba berfikir. Tak lana kemudian, ibunya keluar.
"Ia memang
pintar dan berhati mulia. Tapi ia bisu sejak lahir." Ucapnya menjawab
kebingungan ku.
"Walaupun
begitu, ia punya seseorang yang selalu menerima nya dengan tulus hati."
Lanjutnya lalu menyuruh ku masuk.
Aku masuk dan
membuka bungkusan itu.
Alhamdulillah, dua bungkus nasi
padang yang masih hangat menjadi makan malam ke duaku bersama Ina. Yang sebelumnya kita hanya membeli nasi
dengan tahu dan sebungkus sayur sop.
***
Hari ini berbeda
dengan hari sebelumnya, laki-laki itu
tidak datang. Padahal, sebelumnya ia slalu tepat waktu. Pagi dan malam. Kecuali
hari jum'at ia hanya datang sore hari dan kadang aku melihatnya makan di
restoran samping kampus ku bersama gadis tetangga kos ku itu.
Dengan
pemandangan depan kosku yang tak beda jauh dari hari sebelumnya, aku menyapanya.
"Mbak
Jihan,"
Ia mengangguk
dan tersenyum sambil kepayahan membawa banyak tas jinjing.
"Mau ke
mana mbak?, sini saya bantu."
"Biar saya
saja, dia mau ke sanggar, nanti malam akan tampil di pergelaran tari di pasar
malam." Sahut ibunya.
"Jadi Mbak
Jihan ini seorang penari, ya sudah bu
saya berangkat dulu."
Tiba-tiba, seorang wanita berumur sekitar 40 tahun menghampiri mereka bersama ajudan di
belakangnya.
"Kamu tidak
tau diri!, berani sekali pacaran dengan anak saya. Kamu minta belas kasihan ke
saya ya!, jangan berani lagi deketin anak saya!." ancam wanita itu dengan
sinis. Lalu pergi setelah puas dia
mengancam Mbak Jihan dan ibunya.
Aku dan Ina
berlari mendekati Mbak Jihan dan ibunya,
mencoba menguatkan hatinya. Memang,
ku akui Mbak Jihan adalah wanita yang pintar dan cantik yang tak pernah
rapuh. Ia menggenggam tanganku dengan penuh kesedihan dan mencoba menguatkan
diri.
***
Syukur - bersyukur
Penulis : arizel
Editor : triono
0 Komentar