Tidak terlalu berlebihan -rasanya - jika
dalam tulisan ini menyampaikan kembali tema Konferensi Cabang IPNU dan IPPNU
Ponorogo tahun 2023. Yakni, “Mencetak Cendekiawan Muda di Era Abad Kedua
Nahdlatul Ulama” adalah penting.
Pertama, keberadaan IPNU dan IPPNU di
separuh abad lebih usianya, kiranya telah menunjukkan partisipasinya terhadap
pembangunan bangsa Indonesia. Berbagai dinamika sejak 1954 (IPNU) dan 1955
(IPPNU) mampu mendewasakan organisasi ini untuk terhadap bertahan dan berperan
mengikuti perkembangan zaman. Terlebih, abad kedua Nahdlatul Ulama, era
keemasan ini harus tetap dijaga keberlanjutannya terutama oleh IPNU dan IPPNU
sebagai ‘gerbang’ awal kaderisasi Nahdlatul Ulama.
Kedua, cendekiawan bagi NU merupakan salah
satu pilar. Maka, tema konfercab saat ini merupakan penegasan atas ‘kekokohan
pilar NU’.
Ketiga, konsepsi cendekiawan atau
intelektual selaras dengan salah satu Trilogi IPNU dan IPPNU yakni Belajar.
Bagi penulis, tema dalam konferensi ini akan menjadi ‘nyawa’ organisasi
kedepan. Sehingga, istilah cendekiawan tidak elok jika hanya akan menjadi
pemanis dan dilupakan begitu saja. Pergerakan Pelajar NU Ponorogo kedepan
seyogyanya mampu mengejawantahkan konsep cendekiawan sebagai lahirnya para
generasi yang memiliki sikap hidup yang selalu meningkatkan kemampuan berpikir
dalam memahami sesuatu secara komprehensif.
Sengaja penulis lebih dahulukan wacana tema
agar terbangun kesadaran bahwa Konferensi Cabang (yang telah diketahui sebagai
permusyawaratan tertinggi IPNU dan IPPNU di tingkat Kabupaten) tidak hanya
tentang memilih ketua. Konferensi merupakan pertemuan untuk bertukar pendapat,
diskusi, berunding perihal isu-isu strategis berkaitan organisasi. Selanjutnya,
hasil dari diskusi akan menjadi ‘Tongkat Estafet’ untuk diteruskan dan dibawa
sang mandataris Ketua IPNU dan IPPNU Ponorogo 2023-2025. Meniadakan tema dalam
gerak kepengurusan, program dan kegiatan kedepan berarti meniadakan nyawa
organisasi. Lantas apa artinya jika tema konferensi hanya sekedar tema?
Pendiri, Perintis dan Ketua Umum pertama
IPNU ternyata telah lebih dulu menyematkan maksud cendekiawan dalam Pidato
Muktamar IV IPNU (1961) yakni “Cita-cita IPNU adalah membentuk manusia berilmu
yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam masyarakat”.
Sistem pemilihan dan Konfercab IPNU dan
IPPNU Ponorogo tahun 2023 bagi penulis lebih menarik. Mekanisme pemilihan
dengan pendaftaran dan session debat calon merupakan terobosan yang bagus
sebagai upaya selektif, khususnya kualifikasi bakal calon ketua PC IPNU dan
IPPNU Ponorogo. Pendaftaran bagi bakal calon akan menyediakan waktu lebih untuk
mencermati kelengkapan administrasi. Sedangkan sesi debat calon akan menjadi
sarana adu gagasan kader-kader IPNU dan IPPNU Ponorogo.
Namun, disayangkan sampai dengan saat
tulisan ini ditulis, calon Ketua IPNU hanya terdapat 1 (satu) bakal calon.
Padahal, momentum pemilihan ketua ini dapat menjadi upaya melatih kader dalam
menciptakan iklim kompetitif dan adu gagasan ke-IPNU-an di Ponorogo. Sebagai
sarana belajar budaya kompetitif yang sehat dan cerdas akan menjadi bekal
kader-kader IPNU kedepan untuk siap masuk dan terlibat dalam ruang publik.
Sebagai penutup, kembali penulis sadurkan
pidato terakhir KH. M. Tolchah Mansoer sebagai Ketua Umum IPNU yang berpesan
agar tidak puas dalam ber-IPNU (juga ber-IPPNU, tentunya) bahwa
pencapaian-pencapaian saat ini belum berarti apapun.
“Boekanlah kedjajaan dan keagoengan
organisasi itoe jang menjadi tjita-tjita oetama. Tapi bagaimana organisasi itoe
bisa memberikan soembangan kepada masjarakat dalam segala bidangja. Tudjuan
organisasi ini masih djaoeh; apa jang nampak di depan mata kita ini hanja
sekelumit jang tidak banjak artinja”.
Selamat Konferensi!
Salam Pelajar!
Penulis: KP
0 Komentar